Sabtu, 10 September 2016
Tempat :
Gedung Yos Sudarso lantai 2, Gereja St. Anna,
Jl. Laut Arafuru. Blok A7 No. 7. Kav. TNI AL, Duren Sawit. Jakarta Timur
Keynote Speaker :
M. Imdadun Rahmat (Ketua Komnas HAM)
Narasumber :
- Zuhairi Misrawi (Cendekiawan NU)
- Drs. Rudy Pratikno, SH (Wakil Ketua Bid. Rekomendasi FKUB DKI)
- Trisno Sutanto (Aktivis PGI & Madia)
Moderator :
Y. Handoyo Budhisedjati (Ketua VOX POINT INDONESIA)
Penyelenggara :
VOX POINT INDONESIA Sie HAAK
Gereja St. Anna, Duren Sawit
Ulasan Redaksi :
M. Imdadun
Fakta Indonesia beragam. Kita harus menghargai keberagaman/pluralisme. Hak kebebasan beragama dan berkeyakinan sebagai hak utama, yang tidak bisa dikurangi dan dihilangkan.
1. Forum internum. Hak beragama dalam hati nurani/sanubari; kebebasan memilih agama, kepercayaan, mazhab.
2. Forum externum. Terekspresikan dalam perkataan dan perbuatan.Batasannya, tidak mengganggu hak dan kebebasan orang lain; tidak bertentangan dengan moral publik yang disepakati. Contoh cara berbusana ada dua demo di pantai Perancis; ada kelompok yang berbikini vs kelompok yang berburkha.
Alasan pelarangan mendirikan rumah ibadah agama minoritas, tidak boleh semena-sema menggunakan pasal 'karet'. Kecuali melanggar kesehatan, misal ajakan mengkonsumsi narkoba atau ajakan bunuh diri. Hak-hak yang dimaksud, menjalankan peribadatan, peribadatan non-ibadah (ceramah, ibadah, sekolah minggu, tahlilan, perayaan hari besar keagamaan, siar agama, pendidikan agama, kebebasan menggunakan simbol keagamaan, kebebasan mengangkat pemimpin organisasi keagamaan, mendirikan lembaga dan sarana keagamaan, rumah sakit, panti asuhan, membentuk dan menjalankan organisasi), hak menyebarkan agama, memperoleh layanan untuk menikah dan penguburan, anak-anak berhak memperoleh ajaran agama dari orang tua atau walinya.
Zuhairi Misrawi
'TANTANGAN INTOLERAN KITA, MENUJU REPUBLIK YANG PLURAL DAN TOLERAN'
Indonesia penduduknya majemuk, baik etnis, bahasa, agama, budaya.Ada potensi toleransi yang tinggi, jika dilihat dari realitas kehidupan sosial masyarakat.Ancaman radikalisme dan intoleransi yang makin eskalatif pasca reformasi.Kalau mau Islam 100% pindah saja ke Arab Saudi (Timur Tengah).
Tahun 2008 dia mengajak 50 kiai masuk ruang gereja.98,6% rakyat percaya Pancasila. Mengawal Pancasila untuk diajarkan di sekolah, bukan dihafalkan tapi diamalkan. Fatwa NU menyebut bahwa mencintai tanah air adalah bagian dari iman. Pancasila sudah final, Pancasila alat pemersatu. Realitas intoleransi. 1998-2003 ada 428 kasus intoleransi bernuansa agama.
Sepanjang 2008, ada 367 pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan (Setara Institute). Sepanjang 2009, ada 59 kasus intoleransi. Kelompok sasaran intoleransi umat Ahmadiyah, Syiah, Kristen/Katolik, Budha. Modus-modus intoleransi. Penolakan status dan akses yang sama terhadap kelompok lain (restriction). Pandangan menganggap kelompok lain lebih rendah (dehumanization). Titik problematik. Benturan pradaban (kampanye Donald Trump). Benturan fundamentalisme (Rohingnya di Myanmar). Globalisasi ekstremisme atas nama agama (ada aliran dana dari Saudi Arabia). Identitas soliter (menganggap diri paling benar). Kebangkitan agama-agama.
Rudy Pratikno
Populasi, etnis, pulau membuat Indonesia sangat majemuk, merupakan anugrah Tuhan. Kemajemukan untuk kelangsungan hidup manusia. Intoleransi muncul karena menganggap yang berbeda adalah tetap. Adanya kesenjangan sosial ekonomi. Pemahaman agama yang radikal. Ketidak adilan. Adanya prasangka buruk antar umat yang berbeda. Kurangnya perlindungan kepentingan umum. Kepentingan politik. Menurunnya etika berpolitik.Cara mencegah. Mempererat hubungan pribadi. Mengembangkan kebajikan. Pendalaman pada keyakinan masing-masing. Pendirian gereja Katolik di Duri Selatan Jakarta yang ada sejak 1968 dipermasalahkan. Rencana membangun Rumah Pastoran di Jagakarsa dianggap rumah ibadah (Jln. Mutiara, Jakarta Selatan). Dua hari yang lalu di Solo, ibadah arwah 1.000 hari dibubarkan oleh massa; padahal sudah mendapat ijin dari aparat.Survei Harian Kompas 16 Mei 2016, 70% masyarakat Indonesia bersikap toleran.
Trisno Sutanto
'Problem Pokok Kebhinnekaan'
Kondisi kebhinnekaan kita. Reformasi 1998 memberi jaminan konstitusional atas kebebasan berragama/berkeyakinan, pasal 28 ayat 1 & 2 UUD 1945. UU No. 1/PNPS/1965 bertentangan dengan pasal 28 UUD 1945.Politik pembiaran oleh aparat atas tindak intoleran. Level persoalan. Tidak sinkronnya UUD 1945 vs UU. Akar persoalan. Intoleransi gejala di permukaan. Ketidak-tahuan dan kebuta-hurufan tentang agama lain (religious illiteracy). Hidup dalam dunia agamanya sendiri, juga tradisi masing-masing. Salah satu solusi dengan melakukan pertemuan sebagai manusia, dengan makan dan tidur bersama di pesantren. Ranah persoalan, fenomena-struktur-akar masalah.
Langkahnya, ada upaya menerjemahkan jaminan konstitusional, lembaga advokasi dan terus memantau, membangun jejaring dialog antar umat beragama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar