JUMAT, 23 September 2016
Tempat :
Kantor PARA Syndicate Jl. Wijaya Timur III No. 2A, Kebayoran Baru Jakarta 12170
PARA Syndicate Untuk kesekian kalinya publik dikejutkan dengan kasus korupsi yang melibatkan elite politik. Tertangkapnya Ketua DPD Irman Gusman oleh KPK mengejutkan banyak pihak. DPD selama ini tidak dianggap sebagai lembaga yang punya kewenangan besar. Tidak seperti DPR yang punya kewenangan menentukan anggaran pemerintah, DPD praktis kurang berkuasa. Tapi penangkapan Irman oleh KPK memberi sinyal kuat, korupsi tak hanya terjadi di lembaga berkuasa. Melainkan Irman sebagai Ketua DPD bisa memperdagangkan pengaruh. Pertanyaannya mengapa kini kian carut-marut persoalan korupsi dan suap? Dan ironisnya elite politik yang mendapat mandat rakyat justru silau kekuasaan, buta, tuli, dan bisu
Bersama :
- Budiarto Shambazy (Wartawan Senior Kompas)
- Donal Fariz (Divisi Korupsi Politik ICW)
- Jusuf Suroso (Peniliti Senior PARA Syndicate).
- Y. Ari Nurcahyo (Direktur Eksekutif PARA Syndicate/Moderator)
Ulasan Redaksi :
Jusuf Suroso
"Perkembangan Korupsi Indonesia"
Kasus Irman Gusman melengkapi semua institusi ada korupsi. Transparency Internasional menyebut indeks korupsi Indonesia membaik, dari 34 menjadi 36, dari ranking 107 menjadi 88. Ini tidak berarti bahwa korupsi berhenti. Korupsi bermakna penyalahgunaan wewenang/kekuasaan. Korupsi menjadi kebiasaan/perilaku pejabat penyelenggara negara. Baik Pemda, Bank Indonesia, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Polri, Kejagung, BPK, DPR, DPRD, DPD. Karena keterpilihan kadernya melalui proses politik dipilih parpol dengan cara fit and proper test, untuk mengisi semua jabatan tersebut.
Perilaku penyelenggara negara dipengaruhi :
1. Moral,
2. Hasrat ekonomi.Data KPK 11 Agustus 2016, ada 361 kepala daerah terlibat korupsi. 2002-2014 ada 466 politisi tertangkap KPK. Parpol gagal melahirkan kader yang baik untuk jabatan publik. Kader diminta menghimpun dana dengan segala cara, termasuk 'korupsi'. Politik transaksional menjadikan Indonesia menjadi negara gagal. Jarang ada penyesalan dari pelaku maupun ketua parpol saat kadernya tertangkap oleh KPK. Selama ini Irman Gusman terkesan santun dan menyerukan anti-koupsi. Lee Kuan Yeu melakukan reformasi birokrasi di Singapura secara bertahap, dimulai sejak 1960, dan baru menunjukkan hasil 1990. Sanksi terhadap parpol yang melanggar hukum perlu diperberat.
Donal Fariz
Korupsi terjadi akibat bobroknya para politisi. Elit politisi tidak jera dari tertangkap kadernya oleh operasi tangkap tangan KPK, tapi cenderung mencari kambing hitam.Ketika Irman Gusman ditangkap KPK, isunya dibawa ke primordialisme. Sebagai kemarahan Jokowi atas kekalahannya saat pilpres 2014 di Sumbar.
Wakil ketua DPD, Farouk Mohammad menyebut kasus Irman Gusman adalah kasus perseorangan, tapi kemudian ada penggalangan tanda tangan yang meminta tahanan luar.Dagang pengaruh (trade of influence) ada dasar hukumnya di UU Tipikor, adanya keuntungan yang tidak semestinya (kickback).
Ini fenomena gunung es.
Ada usulan, negara membiayai operasional parpol. Saat ini alokasi dana pemerintah 0,006%. Ketika negara tidak hadir, swastalah yang datang. Budaya permisif masyarakat yang merasa tidak enak kalau tidak memberi tip, sehingga membentuk standar kalau tidak memberi tip dianggap keuar dari pakem. Korupsi sulit diberantas karena sudah mengakar dan membudaya. Kini aktivis menjadi humas pejabat yang didukungnya. ICW akan mengajukan judicial review ke MA, soal pencalonan napi percobaan.
Budiarto Shambazy
Tidak setuju semua pembiayaan operasional parpol disediakan negara.Dagang pengaruh terjadi juga di rumah tahanan KPK 'Guntur'. Ada tiga hal akibat tertangkapnya Irman Gusman:
1. Eksistensi DPD dipertanyakan
2. Wacana amandemen ke-5 UUD 1945 layak dikaji ulang. Penyebab adalah bobroknya elit politisi, bukan sistem dan struktur. Multatuli dalam buunya 'Max Havelaar' sudah membahas masalah korupsi, yang melibatan kekuasaan. John Perkin, menyebut hutang luar negeri pada masa Orba, ada mark up pada nilai proyek power plant di dekat Bandung, dan ada dana yang disisihkan sebagai suap. Pada jaman Orba sedikit sekali kasus korupsi yang diungkap. Sebenarnya kultur tidak berubah, hanya beda sistem, jaman reformasi seolah-olah lebih banyak terjadi korupsi. Kultur korupsi sudah mendarah daging. Tidak terkejut Irman Gusman tertangkap oleh KPK. Perlu ada teladan atasan/pimpinan, karena budaya paternalistik .
NOMagz.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar