Kamis, 30 Juni 2016
Tempat :
Dunkin Donats,
Jl. H.O.S. Cokroaminoto No. 94, Menteng, Jakarta Pusat
Narasumber :
- Rahmat N Hamka (Anggota DPR RI Komisi II dari PDI Perjuangan)
- M Taufik (Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Fraksi Gerindra)
- Karyono Wibowo (Peneliti Senior The Indonesian Public Institute)
- Ucok Sky Khadafi (Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis)
Penyelenggara :
Forum Obrolan Aktivis (FOA)
“Sulitnya Parpol Cari Lawan Ahok”
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, menjadi satu-satu nama yang sudah pasti menjadi calon Gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2017 mendatang. Hebatnya, Ahok yang mengkalim tidak memiliki partai itu, mempunyai 2 tiket yang dapat digunakan sebagai kendaraan, bisa melalui jalur perseorangan atau diusung Parpol. Di jalur perseorangan, Teman Ahok yang menjadi relawan pengepul KTP mengklaim sudah mendapat 1 juta KTP warga DKI mendukung Ahok. Sementara di jalur partai, sudah ada 3 partai yakni Nasdem, Hanura dan terakhir Golkar yang sudah menyatakan mendukung Ahok baik melalui perseorangan maupun partai. Total kursi di DPRD ketiga partai tersebut mencapai 22 kursi, sudah cukup untuk mencalonkan seseorang sebagai calon Gubenur. Tinggal pilih saja, mana yang lebih aman.
Sebagai catatan tambahan, hingga saat ini, Ahok merupakan cagub dengan tingkat elektabilitas tertinggi, oleh lembaga survey manapun. Namun bukan berarti Ahok tidak ada lawan. Diposisi seberang Ahok, sebetulnya sudah ada nama-nama pesohor yang bakal diusung Parpol untuk menjadi lawan Ahok. Sebut saja nama Yusril Ihza Mahendra, Sandiaga Uno, Kang Yoto, Haji Lulung, Adyaksa Dault, Syafri Syamsuddin, Hasnaeni dan lain-lain. Tetapi sampai saat ini, tidak ada satupun partai yang secara pasti akan mengusung mereka. Gerindra masih mempertimbangkan Sandiaga, Safri Syamsudin dan Yusril Ihza Mahendra. PAN masih menimbang mengusung Kang Yoto yang saat ini masih menjadi Bupati Bojonegoro.
Lantas bagaimana dengan PDIP? Sebagai partai pemenang Pemilu yang dapat mengusung calon tanpa koalisi, sikap PDIP terlihat galau. PDIP masih dalam proses mencari lawan tanding yang sebanding dengan Ahok. Nama Wali kota Surabaya, Risma, kini kembali diorbitkan lewat sejumlah dukungan “arus bawah”, meskipun Risma sendiri sudah mendeclare tidak mau dicalonkan di Jakarta.
Setelah Risma ada Djarot Saiful Hidayat yang saat ini masih duduk sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta. Tapi dari semua nama-nama itu, tidak ada satupun yang pasti diusung sebagai calon oleh Parpol. Apakah Parpol masih memperhitungkan kekuatan Ahok sehingga kesulitan mencari lawan yang sebanding? Ataukah ada strategi khusus agar elektabilitas Ahok tergerus, sambil menaikkan elektabilitas jago yang akan diusungnya ?
Ulasan Redaksi :
Rahmat N Hamka
Mencari lawan Ahok sebenarnya tidak sulit, hanya masalah strategi dan cara masing parpol saja. PDIP mencalonkan dengan hati-hati dan akan mencalonkan kader berkualitas pada waktunya. Sudah tahap perumusan dan sudah ada calonnya. Sebagai kader partai menunggu penugasan partai. Jangan diperhadapkan jalur perseorangan dengan calon parpol, Jalur perseorangan sebagai alat kontrol bagi parpol. Ada salah kaprah kalau dikatakan jalur perseorangan menafikan parpol. Bukan sekedar calon tapi juga persiapan kader untuk mendukung calon yang diusung tersebut.
Dinamika politik yang berjalan, setiap masa akan ada pemimpin baru yang muncul. Kapasitas kader partai diuji, yang luar biasa dan berkualitas. Dulu Ahok membonceng Jokowi, kini Ahok ingin punya kendaraan sendiri dan punya boncengan sendiri. Ada Djarot Saiful Hidayat, Risma, Gandjar Pranowo; yang merupakan kader terbaik PDIP. Ibu Megawati dan PDIP sudah siap. Siap bertarung dengan baik. Kebenaran bisa disalahkan tapi tidak bisa dikalahkan.
Mohammad Taufik
Yang sulit itu Ahok mencari perahu, bukan parpol; Ahok gamang. Yang berhak meverifikasi KTP itu KPU. Ahok keluar dari Gerindra karena menolak gubernur dipilih DPRD. Ahok maunya gubernur dipilih langsung oleh rakyat. Jangan membohongi publik seolah-olah Ahok hebat. Ahok ditolak hadir oleh warga Jakarta Utara (Warakas, penjaringan, Luar Batang). Mengumpulkan KTP itu tidak sulit. Serapan anggaran paling rendah adalah DKI Jakarta.
Judul diskusi ini provokatif dan promotif. Gerindra sudah punya tiga calon, salah satunya pasti jadi gubernur. Ahok tidak beradab dengan menuduh seorang Ibu dengan kata-kata yang kurang pantas. Ahok populer di media sosial, dibanding Sandiaga Uno, Syafri Syamsoedin, Yusril Ihza Mahendra. Rasanya tidak elok Gerindra sebagai parpol mendukung calon perseorangan. Jangan terbuai oleh opini yang dibuat media sosial. Tatanan pemerintah dan aturan dirusak, dan Ahok selalu menyalahkan orang lain. Banjir nyalahin Bogor, PLN disalahin, Tuhan juga disalahin. Warga DKI ingin punya gubernur yang beradab.Media jangan membohongi rakyat, tanda tangan APBD dengan Pergub. Lama-lama media juga sadar kalau ketipu Ahok. Dibohongin Ahok. Ada APBD, RPMJ. Membangun tempat Parkir malak warga.
Media punya hati nurani untuk kembali ke jalan lurus. Penggusuran Kalijodo tanpa persiapan, bagaimana korban penggusuran. Rusun itu ada uang sewanya, padahal korban penggusuran sebelumnya tidak bayar sewa. Tiap hari ada patroli polisi ke rusun untuk mengecek pembayaran sewa.Polisi dan tentara yang dikedepankan Ahok untuk menggusur. Jokowi melakukan 5 pertemuan sebelum melakukan penggusuran. Kalau Ahok maju lewat partai, pendukung Ahok akan dituntut oleh rakyat yang mendukungnya lewat KTP.Ahok haus kekuasaan dan ambisius.Raport RPMJ Ahok merah.
Ucok Sky Khadafi
Partai belum mengajukan kartu ace nya. Yang lebih penting parpol menyiapkan calonnya sendiri. Sudah muncul nama Sandiaga Uno dan H. Lulung di PKB. Prabowo lebih baik memilih calon sipil. Ahok ini bukan indipenden. Gonta ganti partai. Seorang oportunis. Jadi gubernur "podomoro". Partai masih bingung. Apakah Ahok mau maju dari jalur indipenden atau melalui parpol. Karena mau menang di DKI calon harus punya power, nama, dan uang.
Nama Ahok merosot karena kasus RS Sumber Waras, kasus reklamasi. Kalau jadi pemimpin mengadu rakyat. Potensi Ahok tidak begitu besar, karena banyak penolakan warga. Kebijakannya tidak akan jalan. Ahok agak galau karena banyak musuh; dan Ahok tidak tahu mau berbuat apa. Masalah popularitas Ahok akan meningkat. Masyarakat akan berpikir manfaat apa yang diterimanya. Ahok menganggap DPRD musuhnya. Ada kasus pembelian tanah di Cengkareng. Juga kasus Sunny Tanuwidjaya sebagai staf khususnya. Sekitar Ahok sendiri tidak bersih. Mengusulkan agar parpol mencalonkan salah satu kadernya seorang perempuan beretnis Tionghoa untuk melawan Ahok; baik sebagai calon gubernur atau calon wakil gubernur.
Karyono Wibowo
Promosi bagi Ahok, seolah Ahok yang paling hebat. Menyulitkan parpol mencari calon.Hasil survei sampai saat ini Ahok masih paling atas dibanding calon lain. Tingkat elektabiliitas terkait kinerja Ahok yang memuaskan. Persepsi publik menilai kinerja Ahok memuaskan. Kemacetan lalu lintas belum ada perbaikan, tapi ada kepercayaan terhadap Ahok untuk memimpin DKI kembali. Akan timbul fanatisme berlebihan yang gelap mata, sehingga kesalahan tidak terlihat dan tidak akan percaya kau Ahok terlibat. Meski nanti ada fakta kalau Ahok terlibat. Pertarungan politik secara langsung yang dilihat adalah figur. Strategi politik pencitraan. Apa yang dilakukan sejumlah pemimpin termasuk Ahok. Yang berhasil membangun citralah yang menang. Media juga sangat berperan dalam memenangkan pertarungan. Jokowi menang dalam pilpres. Sentimen negatif terhadap Ahok sedikit. Hasil survei menempatkan Ahok pada posisi kuat. Sehingga membuat kepercayaan diri Ahok yang arogan. Untuk mengumpulkan KTP gampang. Tapi belum tentu valid. Ahok jadi agak sombong. Sejumlah parpol goyah, misal partai Nasdem, Hanura, Golkar. Mengapa ketiga parpol mendukung Ahok tanpa syarat karena berbasis hasil survei. Memang tidak ada larangan parpol mendukung calon perseorangan. Partai yang mendukung calon perseorangan akan turun wibawanya. Karena berarti gagal melakukan pengkaderan. Mestinya Golkar bisa minta cawagubnya orang Golkar, misal Tontowi Yahya. Dukungan kepada Ahok di depan panggung bisa juga berbeda dengan yang di belakang panggung. Ahok orang yang layak dipercaya persepsinya.
Sampai saat ini belum ada penantang Ahok yang serius yang memiliki popularitas dan elektabilitas sebanding dengannya. Partai maunya menang disinilah letak kegalauannya. PDIP, PKB baru berwacana dan belum mengerucut calonnya ke satu nama. Stok kader PDIP banyak ada Risma, Gandjar, Rano Karno. Kalau PDIP maju sendiri menghadapi Ahok juga berat. Kecuali koalisi PDIP dan Gerindra bahu membahu dalam Pilkada DKI akan bisa melawan Ahok. Djarot saiful Hidayat lebih hebat dari Ahok dari segi pemahaman politik, peraturan, kesantunan. Ahok dinilai negatif etikanya. Tapi etika tidak menentukan kinerja. Masyarakat DKI terlanjur cinta ke Ahok, ibarat "Love Is Blind". Sedikit orang percaya Ahok terlibat di kasus RSSW. Melakukan korupsi itu ada kelas-kelasnya. Ada konsultan korupsi, sehingga koruptornya sulit dijerat. Bukan berarti Ahok bersih. Para kompetitor Ahok kalau mengkritik segi kebijakan Ahok tidak mempan. Kini mengeritik persoalan personality.
Bagaimana Prabowo membawa Ahok dan mendukung Ahok. Kemudian Ahok keluar dari Gerindra. Bagaimana Mega memperlakukan Ahok sebagai tamu spesial: tapi Ahok berpaling. Kali ini Teman Ahok yang mau ditinggalkan. Kalau Ahok meninggalkan Teman Ahok dengan maju melalui jalur partai ini akan merupakan pengkhianatan baru. Ahok akan terkena kualat/kutukan Megawati dan Prabowo kalau tidak sadar. Risma dan Ahok punya keberanian untuk menghukum anak buahnya yang bersalah dan berani mendobrak.Risma punya kedekatan dengan akar rumput (tidak berjarak) dan lebih egaliter bila dibanding Ahok.
Ada dua faktor penting :
1. Figur yang dikenal, disukai dan dipilih. Figur dominan dalam pemilu langsung. Ahok adalah "influencer"
2. Peran mesin partai penting, apalagi bila ada koalisi. Untuk menghadapi Ahok perlu ada koalisi PDIP dengan Gerindra. Dengan calon parpol secara "head to head" ada kemungkinan berpotensi bisa mengalahkan Ahok.
Slide foto - foto selama acara |
NOMagz.com
1 komentar:
DEAR KAWAN-KAWAN PAK AHOK,
Semua orang harus tahu: Kalau belum tahu, Pak Ahok tokoh Gubernur yang paling FORMIDABEL, FENOMENAL, FLAMBOYAN, FANTASTIK dan FUTURISTIK (5 F)!
Pak Ahok ternyata telah menyabet dan memborong semua Piala penghargaan Anugerah Pangripta Nusantara (APN) 2016 yang ada dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sebagai provinsi terbaik di seluruh Indonesia!
Pemprov DKI dinilai memiliki perencanaan terbaik, perencanaan paling Inovatif, perencanaan paling Progresif, serta pencapaian Millennium Development Goals (MDGs) tertinggi tahun 2015. Empat penghargaan sekaligus ini membuat pak AHOK kaget sebab baru pertama kali diperoleh dalam sejarah.
Pak AHOK juga pemegang AWARD Yap Thiam Hien sebagai tokoh Indonesia yang sungguh bersih dari anti-korupsi. Di samping itu juga penerima GUS DUR Award untuk keberanian, kebersihan yang konsisten. Pimpinan MUI dan NU (bahkan juga yang di Amerika Serikat) mendukung Ahok untuk Gubernur DKI Jakarta!
Pak AHOK lengkapnya bernama BASUKI TJAHAYA PURNAMA atau BTP.
B = Berani, Bersih dan Brilyan
T = Transparan, Tegas dan Tuntas
P = Profesional, Piawai dan Pahlawan (anti korupsi).
Loyalitas Pak AHOK terhadap semua warga ibukota, lebih dari pada LOYALITAS terhadap partai politik (Gerindra, PDIP). Juga KONSISTEN pada keyakinan dan agamanya.
Pak AHOK galak dan kasar teristimewa pada orang-orangnya yang malas, tak becus ngeyel terus, menghadap penipu, pencuri uang rakyat (para koruptor), Lebih baik pempimpin yang kadang-kadang galak dan kasar, tapi anti-korupsi, ketimbang yang selalu sopan santun, tapi suka benar korupsi uang rakyat.
Pak AHOK bukan SUPERMAN, melainkan pengayom masyarakat ibukota Seluruh jiwa raganya ditujukan guna menjadikan Jakarta MAJU Jakarta BARU! Berjuang terus, Pak AHOK Menuju DKI I.!
Para Anak-anak, Remaja dan Pemuda mendambakan Pak AHOK menjadi suri teladan Pemimpin Bangsa Indonesia.
Dr Muherman Harun
Posting Komentar