Diskusi Media Akhir Tahun
" Evaluasi Politik dan Demokrasi 2015:
Menuju Keseimbangan Baru?"
Menuju Keseimbangan Baru?"
Waktu :
Rabu, 16 Desember 2015
Tempat :
Ruang Lombok, Restoran Pulau Dua, Komplek Taman Ria Senayan,
Jl. Gatot Subroto, Jakarta Pusat
Tahun 2015 akan segera berakhir. Tahun pertama pemerintahan Jokowi-JK berkuasa secara penuh ini diisi dengan berbagai dinamika politik dan demokrasi yang penting. Mulai dari ketegangan Polri-KPK, kasus-kasus intoleransi, reshuffle, hingga pilkada serentak dan skandal papa minta saham sekarang ini.
Lantas, bagaimana kita memaknai proses politik dan demokrasi di sepanjang 2015 ini untuk pembejalaran ke depan? Apakah politik akan semakin gaduh, atau muncul ekuilibrium baru? Apakah hasil pilkada dapat mentranformasi Indonesia dari daerah dengan kepemimpinan lokal yang berkualitas?
Bersama :
- Prof. Dr. Syamsuddin Haris (Peneliti Senior Pusat Penelitian Politik LIPI)
- Dr. Ali Munhanif (Pengamat Politik Islam UIN)
- Titi Anggraini (Direktur Eksekutif Perludem)
- Daniel Zuchron (Komisioner Bawaslu)
- Dr. Kuskridho Ambardi (Kadep Ilmu Komunikasi UGM, Direktur Eksekutif LSI)
Moderator :
Nona Evita (Peneliti Populi Center)
Penyelenggara :
- Populi Center
- Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI)
ULASAN :
Moderator :
Tahun ini beda dengan tahun2 sebelumnya, presiden dan wapres tidak didukung oleh mayoritas parlemen. Dan juga mereka bukan petinggi2 partai. Yang dihadapi pemerintah adalah harga2 yang tinggi dan merosotnya nilai tukar rupiah.
Titi Anggraini
"Kita bersyukur bahwa penyelenggaraan pilkada mampu dituntaskan dengan aman dan baik, mesti dengan beberapa catatan, "kata Titi. Ada 5 daerah yang ditunda penyelenggaraannya. Pemilihan kepala daerah di Indonesia adalah terbesar di dunia, mengalahkan Amerika Serikat dan India. Namun begitu Pilkada ini belum menampilkan efisiensi, kata Titi.
Menurutnya, "Kita baru bisa menampilkan Pilkada nasional tahun 2027, barulah bisa diadakan Pilkada yang efisiensi." Bagi Titi, terlalu banyak pihak yang menjadi penyelesai sengketa pemilu, akibatnya banyak peserta pemilu yang ilegal.
Daniel Zuchron
Ada 8 point evaluasi, di antaranya: Yang bisa membatalkan pemilu adalah Mahkamah Konstitusi, bukan penyelenggara pemilu. Soal money politics, perlu perlakuan khusus dalam undang undang Daniel juga menyatakan bahwa butuh perhatian soal netralitas aparat keamanan.
Dr. Kuskridho Ambardi
Keseimbangan apa yang harus dijaga oleh Indonesia ? Antara lain adalah keseimbangan SARA. Juga keseimbangan Jawa-luar Jawa. Dodi menawarkan keseimbangan baru yakni Jokowi. " Jokowi meniti karier mulai dari bawah, yaitu dari walikota, gubernur sampai menjadi presiden," jelas Dodi.
Pertanyaannya apakah oligarki partai akan memberikan kesempatan pada pemimpin2 daerah seperti Bu Risma, bupati Bantaeng dan sebagainya untuk bisa menjadi pemimpin nasional ? Bila tidak, maka keseimbangan sirkulasi kepemimpinan nasional akan macet. "Bila pilkada bisa menghasilkan 10 persen saja pemimpin2 baru seperti Jokowi, ini akan sangat baik," ujar Dodi.
Syamsudin Haris
Pada dasarnya sistem politik kita belum berubah secara mendasar. Dalam pengertian pemilu kita belum menghasilkan pemimpin yang baik. Ada Jokowi, Ahok tsb persentase nya kecil. Ini karena bangsa kita terlalu lama mengalami sistem politik otoriter, yaitu hampir 40 tahun. Bangsa kita mudah tidak saling percaya satu sama lain. Ini juga tercermin pada pemilu 2014.
Dr. Ali Munhanif
Pilkada Indonesia yang merupakan terbesar di dunia berjalan aman dan lancar. Perpecahan yang diduga akan terjadi akibat Konstelasi politik adanya KMP dan KIH ternyata tidak terjadi. Pilkada semakin baik, tapi penggunaan ruang publik semakin perlu perbaikan. Ini bisa dilihat dari semakin banyaknya hate speech atau ujaran kebencian. "Hendaknya ujaran kebencian menjadi norma hukum," ungkap Ali.
Slide foto-foto selama acara |
Press Release Populi Center :
www.NOMagz.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar