Diskusi
Perspektif Indonesia
Perspektif Indonesia
"Untung-Rugi Gabung TPP"
Waktu :
Sabtu, 21 Nopember 2015
Tempat :
GADO-GADO BOPLO,
jl. Gereja Theresia No. 41, Menteng - Jakarta Pusat
Bersama :
- Prof. Dr. Anwar Nasution (Mantan Ketua BPK & Deputi Senior BI, Ekonom Senior)
- Dr. M. Nawir Messi (KPPU)
- Dr. Yose Rizal (Ketua Departemen Ekonomi CSIS)
- Dr. Nico Harjanto (Populi Center)
- Ichan Loulembah (Host)
Broadcasting live on SMART FM Jakarta 95.9, Manado 101.2, Makasar 101.1, Banjarmasin 101.1, Balikpapan 97.8, Surabaya 88.9, Palembang 101.8, Medan 101.8 - Streaming radiosmartfm.com - Blackberry: SmartFM via google - Android: SmartFM via google play Perspektif Indonesia tajam - dalam - bermakna.
ULASAN :
Prof. Dr. Anwar Nasution (Mantan Ketua BPK & Deputi Senior BI, Ekonom Senior).
Untuk kepentingan nasional, beliau mengusulkan Indonesia bergabung dengan TPP (Trans-Pacific Partnerships). Karena hanya melalui TPP bisa memperbaiki ekonomi rakyat. Ekonomi kita saat ini mirip jaman VOC. Masih mengekspor rempah-rempah, karet, tenaga kerja, hasil tambang, dan produk perkebunan tanpa diolah. Bedanya kalau dulu sang tauke adalah orang Belanda, kini sang tauke adalah Tionghoa dan India.
Banyak penduduk menjual kerbau/sapinya untuk membeli tiket pesawat ke Malaysia dan Timur Tengah untuk menjadi kuli; babu; atau pelacur. Kita hanya bangga punya ojek, padahal ini menunjukkan ketiadaan lapangan kerja formal. Dengan begabung di TPP kita dipaksa untuk memperbaiki iklim usaha.
Persoalan timbul karena buatan manusia. Misal perijinan dibikin rumit. Yang berkuasa memberikan ijin di daerah adalah Bupati bukan BKPM. Menurut Anwar, korupsi harus diberantas.
Bagaimana meningkatkan produktivitas BUMN. Bank milik negara mengapa kalah bersaing dengan bank asing seperti May Bank dan CNB Bank. Eka Cipta Widjaja kaya karena mengekspor sawit.
Musuh terbesar Indonesia adalah jumlah penduduk yang banyak tapi berpendidikan rendah dan berkeahlian rendah. Tapi perlu makan. Jokowi harus meniru Deng Xiao Bing yang membujka lapangan kerja bagi rakyat Tiongkok. Meski awalnya hanya sebagai assemby plant yang hanya bermodal obeng. HP Apple dibuat di Shanghai dengan sparepart yang berasal dari 27 negara.
Sebenarnya Indonesia memulai keterbukaan ekonomi 1966 dan Tiongkok memulainya 1978. Tapi kini kita tertinggal oleh Tiongkok. Pemberian proteksi yang terlalu besar kepada bank BUMN, yang berupa monopoli; menyebabkan spread yang lebar antar bunga kredit vs bunga deposito.
Masalah lain adalah penerimaan pajak yang rendah. 2/3 penduduk indonesia tinggal di pulau Jawa. Pemilikan tanah petani @ 0,5 HA. Kita kekurangan insinyur dan tenaga terampil. Jadi perlu memperbanyak politeknik.
Perbedaan TPP dengan AFTA/APEC adalah
1. TPP ada jadwal pelaksanaannya, misal produk pertanian (gula, beras),
2. TPP merupakan liberalisasi sektor keuangan (perbankan, asuransi, dana pensiun),
3. TPP membuat BUMN efisien,
4. TPP memperhatikan lingkungan hidup,
5. TPP menerapkan standar tenaga kerja sesuai ILO.
Dr. M. Nawir Messi (Komisi Pengawas Persaingan Usaha)
Pertumbuhan perdagangan di kawasan Asia Pasifik 3,9 %-4,1%, sedang TPP 1,9%-2,1%. Jadi TPP tidak mempunyai komponen pertumbuhan. Dengan bergabung dengan TPP akan terjadi segmentasi yang kompetitif dan ada usaha yang akan gulung tikar. Jadi harus ada minimizing impact. Harus ada proses diplomasi ekonomi.
Ada beberapa produk ekspor Indonesia ke negara anggota TPP, yaitu karet, sawit, alas kaki, tekstil, udang, kakao. Sedang USA dan Singapura kuat di sektor ekonomi jasa. Sebenarnya TPP bukan sesuatu yang baru, karena beberapa para anggota TPP juga menjadi anggota AFTA.
Kebijakan pemerintah adalah penentu 60% daya saing. Pemerintah perlu banyak membenahi kebijakannya untuk meningkatkan daya saing. Dana riset yang rendah menyebabkan minimnya inovasi yang pada akhirnya berdampak pada daya saing yang rendah. Kebijakan belum menyentuh daerah dan masih ada kebijakan yang saling tumpang tindih.
Persoalan DKI menjadi persoalan nasional. Contoh krisis daging sapi. Negara harus berperan sehingga BUMN dapayt berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Perlu debirokratisasi dan meningkatkan profesionalitas. Ini momentum untuk membenahi dunia usaha untuk dapat maximizing manfaat. Menciptakan competitive environment untuk meningkatkan daya saing.
Dr. Yose Rizal (Ketua Departemen Ekonomi CSIS)
Masyarakat terbelah dua, ada yang setuju dan ada yang tidak setuju Indonesia bergabung dengan TPP. Perlu dipertimbangkan cost of not joining TPP. Dengan bergabung di TPP, Vietnam sebagai pesaing Indonesia sangat diuntungkan dapat mengekspor produk alas kaki dan tekstil ke USA dengan selisih bea masuk 20%-25%. Dan investasi USA bisa beralih dari Indonesia ke Vietnam.
Namun setiap negara yang menjadi anggota TPP punya masa transisi 5-10 tahun untuk meratifikasi perjanjian. Perlu dipikirkan apa yang harus dilakukan untuk mitigasi dampak negatif bergabung dengan TPP. Ijin investasi di Vietnam selesai dalam waktu seminggu. Jadi Pemerintah kita harus punya rasa bersaing dengan pemerintah Vietnam dan Myanmar. Biaya logistik di Indonesia 27%, sedang di negara ASEAN lain hanya 11%. Pemerintah bisa memberi fasilitas dan pelayanan. Hanya saja willingness yang belum tuntas.
Dr. Nico Harjanto (Populi Center)
Meski Indonesia menganut politik bebas aktif, tapi dalam kebijakan ekonomi bersifat pragmatis, sehingga kini cenderung mendekat ke Tiongkok. PM Kanada, Stephen Halper yang menanda tangani keanggotaan di TPP digantikan oleh Trudeau. Sehingga ada peninjauan keikut sertaan Kanada di TPP. Dan kalau pemerintah Jokowi mau menjadi anggota TPP juga harus mendapat persetujuan DPR. Pilkada selama ini hanya mengjasilkan sedikit kepala daerah berkualita. Misal Tririsma Harini, Ridwan Kamil, Ahok.
Para kepala daerah berada di zona nyaman. Kebijakan antar daerah saling mengunci. Seharusnya politik menjadi ajang untuk mencerdaskan bangsa. Sejauh ini politisi/partai belum menyuarakan keikut sertaan Indonesia di TPP atau MEA. Jadi perlu restrukturisasi politik.
Slide foto-foto selama acara |
www.NOMagz.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar