KULDESAK TAMBORA
Memperingati Dua Abad
Memperingati Dua Abad
Letusan Tambora
Pameran, Pergelaran dan Talkshow
Waktu :
16 - 24 April 2015
Tempat :
Bentara Budaya Jakarta
Rangkaian Kegiatan KULDESAK TAMBORA :
Pembukaan :
Kamis, 16 April 2015, pukul 19.00 WIB
Dibuka oleh :
Dr. H. Muhammad Zainul Majdi (Gubernur Nusa Tenggara Barat)
Dimeriahkan :
Pembacaan Naskah Kuno Tambora (Dr. Hj. Siti Maryam M. Salahuddin, SH)
Silu - Gendang Besar Sumbawa
Pergelaran Wayang Gunung Kulit Uwong Urip (Komunitas 5 Gunung)
Jumat 17 April 2015, pukul 14.00 WIB
Talkshow "Tambora dari Perspekstif Mitologi, Arkeologi dan Kesejarahan,
Geologi dan Mitigasi Kegunungan"
Pembicara:
- Dr. Hj. Siti Maryam M. Salahuddin,SH
- Drs. I Made Griya MSi
- Drs. Sonny Wibisono MA, DEA
- Dr. Indyo Pratomo
Kamis, 23 April 2015, pukul 14.00 WIB
Talkshow "Anak Gunung Bercerita Tentang Gunung Mereka"
Bersama :
- As,ad (desa Sanggar, Tambora)
- Bambang Kriwil (Merapi)
- Sriyanto (Merapi)
- Sujono (Komunitas lima Gunung)
- Samudi (Liyangan, Temanggung)
Jumat 24 April 2015, pukul 14.00 WIB
Bedah Buku "Tambora Mengguncang Dunia dan Workshop Geotrek Perjalanan Menafsir Bumi"
Bersama :
- Ahmad Arif
- Dr. Indyo Pratomo,
- T. Bachtiar (Ahli Geografi dan Penulis Buku Geotrek Perjalanan Menafsir Bumi)
URAIAN :
Pasang-surut interaksi manusia dengan alam raya—gunung api (giri) dan samudera (bahari)--, adalah pasang-surut peradaban kebudayaan lokal dengan fenomena alam. Saat alam raya menggelar potensi alam dan kesuburan tanahnya, maka pertumbuhan pemukiman dan jejaring sosial politik mekar dan mencapai keteraturan tertentu. Inilah tempora “Jaya Giri Jaya Bahari” itu.
Sebaliknya saat fenomena alam muncul—hujan, banjir-longsor, gempa, tsunami, dan erupsi--, penduduk, permukiman dan peri kehidupan berkerut, berantakan, bahkan musnah. Namun yang juga menakjubkan--begitu bencana berlalu--sebagaimana terus berlangsung hingga hari ini--, mudik-hilir dan pasang-surut manusia dan lingkungan ibarat perasaan “sebel tapi rindu”. Sakit, namun tidak kapok, tidak sampai patah hati. Manusia tidak jera mencinta alam raya. Bahkan sering, penghargaan manusia terhadap alam raya bertambah pasca peristiwa/fenomena alam tadi. Demikianlah, ini juga berlaku pada relasi manusia dengan Gunung Tambora, di Kabupaten Bima, Pulau Sumbawa Besar, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang tahun ini diperingati sebagai 200 Tahun Letusan Gunung Tambora. Letusan Gunung Tambora, sebagai letusan gunung api terhebat sejagat terjadi selama lima hari, antara tanggal 10-15 April 1815 silam.
Relasi manusia dengan gunung api di Nusantara, sekaligus menggambarkan keadaan “KULDESAK”, keadaan maju kena mundur kena, yaitu kondisi relasi manusia dan alam yang tidak terpisahkan. Peradaban purba Nusantara—sebutlah megalitikum, dan zaman batu sesudahnya—mencatat perjalanan panjang pemanfaatan dan penghormatan simbol gunung dan batu. Warisan alam Nusantara dengan sendirinya mendorong aktivitas subsisten manusianya tak lepas dari alam tadi : samudara raya yang kaya biota, dan hamparan girisonya yang menghadiahkan mineral beraneka-rupa tak ternilai, dan kesuburan lahan pertanian.
Itulah sebabnya, kami melihat warisan 200 Tahun Letusan Gunung Tambora, adalah warisan perubahan, warisan untuk bisa dealing dengan masa depan itu sendiri. Warisan perubahan itu, kuncinya ialah pada kelenturan, artikulasi peradaban.
Selain Gunung Tambora sebagai fokusnya, pameran dan pergelaran kesenian yang berkaitan dengan tradisi gunung ini akan dilengkapi dengan sejumlah gunung api yang dianggap fenomenal dalam skala regional maupun global, antara lain : Gunung Samalas (Rinjani), Gunung Agung (Bali), Gunung Merapi (Jateng-DIY), Gunung Ijen (Jatim), Gunung Krakatau dan Gunung Toba
Materi pameran meliputi 8 aspek yaitu pertama teks-teks lama dan literatur tentang Gunung Tambora, Babad Bima, Syair Kerajaan Bima, dan berbagai publikasi kuna dalam bahasa daerah Bima. Seluruhnya koleksi ilmuwan Dr Maryam, pewaris kerajaan Bima. Kedua, tentang proses letusan yang ditampilkan dalam bentuk infografik dan foto. Ketiga tentang dampak letusan terhadap tiga kerajaan di Tambora. Keempat dampak letusan berdasarkan kajian vulkanologi dari Pusat Geologi (PVMBG) yang ditampilkan dalam bentuk foto dan infografik. Kelima akan mengulas tentang pengaruh letusan ke daerah lain terutama Eropa. Keenam tentang kerajaan Sanggar dengan bukti sejarah serta artefak-artefaknya. Aspek berikutnya adalah keindahan alam dan mitigasi, dan aspek terakhir akan menampilkan potret enam gunung dalam bentuk infografis dan artefak.
Kegiatan pameran akan dilengkapi pula dengan beberapa pergelaran seperti kesenian dari Gunung Agung Bali, pergelaran kesenian gunung dari Samalas/Tambora dan pergelaran kesenian dari gunung Merapi.
www.NOMagz.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar