Screening of the Documentary Film:
Louis Couperus: Untemptable Unrest
Waktu:
Minggu, 28 Sep 2014, 17:00.
Lokasi:
Erasmus Huis Jakarta
Producer:
MIROIR Film
Pembicara:
- Jugiarie Soegiarto (Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia)
- Bas Heijne (Pembuat film dari Belanda)
- Bonnie Triyana (Komunitas Historia)
Rina (Alumni FIB UI)
Sambutan:
Emma (Erasmus Huis Jakarta)
.
Menurut Bonnie Triyana, tahun 1900 adalah senjakala dari kolonialisme di Lebak. "Karena 45 tahun setelah novel ini terbit, Indonesia merdeka," ujarnya.
Bonnie menekankan bahwa novel ini lahir ketika ada budaya yang mengharuskan orang Belanda melihat kenyataan. "Dan mereka harus menempatkan diri mereka pada masyarakat yang hidup pada waktu itu." lanjutnya.
Menurut Bonnie lagi, orang2 Belanda pada masa itu harus kompromi, hidup di negeri tropis, tidak bisa menjalani sepenuhnya (apa yang disebut) Hindia Belanda. "Juga tidak bisa menjalani sepenuhnya hidup sebagai masyarakat Eropa," ujarnya. "Terutama mereka yang lahir dan besar di Hindia Belanda," tambahnya.
Menurutnya, Louis Couperus berusaha membongkar kebiasaan atau hal-hal tabu pada masa itu, bahkan dilakukan oleh masyarakat Belanda sendiri. "Orang Belanda melihat orang pribumi sebagai jajahan, sementara orang pribumi melihat orang Belanda sebagai tuannya, tapi di novel ini tidak demikian," kata anggota Komunitas Historia ini.
Bagi Bonnie, kita tidak bisa memahami sejarah sebagai hitam putih belaka, tetapi ada wilayah yang abu-abu. Ada gubernur jendral pada masa itu juga yang bekerja sangat rajin dan memperhatikan rakyatnya. Sementara sejarah Indonesia mengajarkan bahwa Belanda selalu menjajah. Kolonialisme selalu dikait-kaitkan dengan bentuk2 kekerasan.
"Tapi di dalam, faktanya tidak demikian," lanjutnya. Dan Couperus, menurut Bonnie, membuat hal tersebut menjadi terlihat. "Menjadi terlihat manusiawi," lanjutnya.
Sebelumnya, Jugiarie Soegiarto mengatakan bahwa yang direkam dalam novel ini hanya sepotong atau sebagian saja dari puncak-puncak kepengarangan Couperus.
Menurut Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia ini, karya-karya Couperus sedikit sekali, dan itu sudah dipilih oleh Bas Heijne, sang pembuat film.
Kritiknya pada film dokumenter ini antara lain pada kemunculan Bas yang terlalu dominan. "Mungkin kalau dikurangi, akan lebih mengena," sarannya.
Slide foto-foto selama acara |
www.NOMagz.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar