Diskusi terbuka dengan tema
“QUICK COUNT, ETIKA LEMBAGA RISET
dan TANGGUNG JAWAB ILMUWAN"
Waktu:
17 Juli 2014, 14.00-17.30
Lokasi:
Aula Nurcholis Madjid, Universitas Paramadina, Jl Gatot Subroto Jakarta Selatan.
Penyelenggara:
Pembicara:
- Daniel Dhakidae (Pemimpin Redaksi Majalah Prisma)
- Burhanudin Muhtadi (Direktur Indikator Politik Indonesia)
- Hamdi Muluk (Persepi, Dosen Psikologi UI)
- Hermawan Sulistyo (Profesor Riset LIPI)
- Anas Saidi (Peneliti Senior LIPI)
Moderator: Mohamad Sobary, Budayawan
Semula direncanakan dihadiri juga oleh Karlina Supelli (Pakar Filsafat), Bestian Nainggolan (Peneliti Litbang Kompas), dan Hanta Yudha (Direktur Eksekutif Poltracking Institute). Namun ketiganya berhalangan hadir.
ULASAN :
Daniel menyesalkan DPR yg memanggil RRI. Daniel menyatakan bahwa RRI harus dibela.
Menurut Daniel, ada 2 solusi tindakan, yakni:
- non litigation : asosiasi lembaga survey mengambil sendiri tindakan. Dan ini telah dilakukan oleh Persepi.
-litigation auditing: bila perbuatan lembaga survey tersebut sudah masuk ranah kriminal, sehingga polisi yang harus bertindak, dengan tuduhan pembohongan publik.
Daniel menyatakan bahwa quick count berfungsi untuk mengontrol KPU.
Selain memuji Persepi, seperti halnya Burhanudin Muhtadi, Daniel juga menegaskan bahwa kalau hasil KPU berbeda dengan quick count, "maka masalah ada di KPU" kata Daniel yang disambut tepuk tangan penonton.
Anas Saidi menegaskan bahwa quick count adalah sederhana sekali, cerminan suatu kerja ilmiah.
"Cuma ada menyangkut 2 hal, yakni melihat metodologi, disamping masalah sampling error" demikian Anas.
Persoalan menjadi rumit adalah karena kesalahan orang yang melakukan quick count tersebut.
Hermawan Sulistyo atau biasa dipanggil Kiki juga menyatakan bahwa quick count adalah pekerjaan sederhana. Namun seorang ilmuwan memerlukan etika.
"Intelektual harus mengabdi pada kebenaran dan negara" kata Kiki. "Pemerintah boleh salah, namun negara tidak" kata Kiki lagi.
Kiki menyatakan kekuatirannya bahwa kasus ini akan membuat tidak adanya lagi kepercayaan pada ukuran-ukuran parametrik.
Burhanudin Muhtadi berpendapat bahwa semakin besar jenjang pemeriksaan hasil pemilu, maka akan semakin besar pula potensi kecurangan.
"Belum lagi bila bicara soal integritas penyelenggara," lanjut Burhan.
Menurut Burhan, karena quick count dilakukan oleh tangan pertama, maka potensi kecurangan bisa diminimalisir.
Burhan menyarankan bahwa perlu adanya insentif bila lembaga survey masuk dalam suatu asosiasi.
Burhan juga mengkritisi media. Walaupun quick count dilakukan oleh lembaga-lembaga bermasalah, namun pers tetap saja meliputnya.
"Media juga berperan memberikan insentif dan disintensif dalam publikasi lembaga-lembaga survey yang bermasalah" lanjut Burhan lagi.
Burhan mengusulkan agar lembaga yang berhak mengadakan quick count harus masuk dalam asosiasi.
Senada dengan Burhan, Mohamad Sobary juga turut mempermasalahkan media yang juga suka mewawancarai koruptor, dan lawyer-lawyer pembela koruptor.
1 komentar:
abon ikan tuna | Inspirasi | abon ikan lele | abon tuna
Posting Komentar