Tempo.co mengadakan kembali diskusi rutinnya.
Diskusi yang kembali bertempat di kafe Eatology Sabang, Jakarta, tersebut menampilkan bahasan yang sedang hangat di media massa soal keberadaan monorail.
Para pembicara :
- Mohamad Sanusi (DPRD Jakarta)
- John Aryananda (Direktur Utama PT JM)
- Ellen Tangkudung (Pakar Transportasi Massal)
Ulasan :
Anggota Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Mohamad
Sanusi menyayangkan proyek monorel di Jakarta diwarnai masalah yang
berlarut-larut dan menjurus pada pembatalan.
Menurut Sanusi, salah satu penyebab masalah ini adalah kurang harmonisnya komunikasi antara PT Jakarta Monorail (JM) dan pemerintah DKI Jakarta. Selain itu, PT JM sepertinya tidak menjalin komunikasi dengan Dewan.
Sebagai contoh, kata dia, belakangan pihaknya baru mengetahui adanya keluhan dari PT JM atas diberlakukannya Peraturan Daerah Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) 2014. JM keberatan terhadap rencana pembangunan tempat komersial sebagai lahan toko retail. Padahal saat perda tersebut dibahas, tidak ada yang berkeberatan.
"Tidak ada yang menyampaikan pada kami supaya bagaimana agar ini acceptable terhadap RDTR sampai bagaimana ruang atas ini digunakan atau dibuang saja," ujar Sanusi.
"Harusnya bisa ada diskusi. Sampai detik ini tidak ada komunikasi intens, sehingga Dewan menganggap perda sudah selesai dan cukup," ujar Sanusi.
Ketua Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta itu mengatakan selama ini Dewan terkesan diam karena merasa tugasnya telah selesai. "Kalau Dewan tiba-tiba masuk, nanti kita dianggap mengutak-atik," ujarnya.
"Kenapa Pak John Aryananda (Direktur Utama PT JM) enggak bilang dari dulu sama saya? Padahal kan bisa aja saya bantu untuk mediasi, bertemu langsung dengan Pak Ahok untuk berdiskusi langsung. Sangat mudah ketemunya," ujar Sanusi, yang merupakan kolega Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta tersebut. (Baca: Kisruh Monorel, DPRD: Groundbreaking tanpa PKS )
Direktur Utama PT Jakarta Monorail John Aryananda belum juga memastikan tenggat penuntasan pembangunan proyek monorel. "Selama perjanjian kerja sama belum ditandatangani, tidak ada tenggat waktu agar selesai pada 2018. Bisa dibilang 'argo belum jalan'," katanya, Rabu, 25 Juni 2014. "Kita cari win-win solution yang pragmatis, namun belum ketemu." (Baca: Proyek Monorail Bakal Molor
John mengatakan pihaknya telah diminta memenuhi sejumlah syarat oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengenai penyelesaian perjanjian kerja sama. "Kita diberikan 15 syarat yang menurut pemprov telah kita penuhi sesuai PKS (perjanjian kerja sama) pada 2004. Persyaratan itu mencakup bagian teknis, finance, hukum, dan lain-lain, semuanya sudah kita penuhi," ujarnya.
Namun, John mengeluh, setiap kali pihaknya menyelesaikan satu pasal, muncul berbagai opini. "Seolah yang kita harus penuhi terus ada saja bergulir, seperti ada kesengajaan. Seolah tidak bisa menemui titik terang masalah keberlanjutan pembangunan proyek ini," kata John.
"Memang, rasanya banyak sekali masalah birokrasi di pemprov. Seperti undang-undang, perda, pergub yang ada konflik, sepertinya memang butuh penyesuaian," kata John.
Menurut Sanusi, salah satu penyebab masalah ini adalah kurang harmonisnya komunikasi antara PT Jakarta Monorail (JM) dan pemerintah DKI Jakarta. Selain itu, PT JM sepertinya tidak menjalin komunikasi dengan Dewan.
Sebagai contoh, kata dia, belakangan pihaknya baru mengetahui adanya keluhan dari PT JM atas diberlakukannya Peraturan Daerah Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) 2014. JM keberatan terhadap rencana pembangunan tempat komersial sebagai lahan toko retail. Padahal saat perda tersebut dibahas, tidak ada yang berkeberatan.
Wahyu Widyitmika, Moderator |
"Tidak ada yang menyampaikan pada kami supaya bagaimana agar ini acceptable terhadap RDTR sampai bagaimana ruang atas ini digunakan atau dibuang saja," ujar Sanusi.
"Harusnya bisa ada diskusi. Sampai detik ini tidak ada komunikasi intens, sehingga Dewan menganggap perda sudah selesai dan cukup," ujar Sanusi.
Ketua Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta itu mengatakan selama ini Dewan terkesan diam karena merasa tugasnya telah selesai. "Kalau Dewan tiba-tiba masuk, nanti kita dianggap mengutak-atik," ujarnya.
"Kenapa Pak John Aryananda (Direktur Utama PT JM) enggak bilang dari dulu sama saya? Padahal kan bisa aja saya bantu untuk mediasi, bertemu langsung dengan Pak Ahok untuk berdiskusi langsung. Sangat mudah ketemunya," ujar Sanusi, yang merupakan kolega Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta tersebut. (Baca: Kisruh Monorel, DPRD: Groundbreaking tanpa PKS )
Direktur Utama PT Jakarta Monorail John Aryananda belum juga memastikan tenggat penuntasan pembangunan proyek monorel. "Selama perjanjian kerja sama belum ditandatangani, tidak ada tenggat waktu agar selesai pada 2018. Bisa dibilang 'argo belum jalan'," katanya, Rabu, 25 Juni 2014. "Kita cari win-win solution yang pragmatis, namun belum ketemu." (Baca: Proyek Monorail Bakal Molor
John mengatakan pihaknya telah diminta memenuhi sejumlah syarat oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengenai penyelesaian perjanjian kerja sama. "Kita diberikan 15 syarat yang menurut pemprov telah kita penuhi sesuai PKS (perjanjian kerja sama) pada 2004. Persyaratan itu mencakup bagian teknis, finance, hukum, dan lain-lain, semuanya sudah kita penuhi," ujarnya.
Namun, John mengeluh, setiap kali pihaknya menyelesaikan satu pasal, muncul berbagai opini. "Seolah yang kita harus penuhi terus ada saja bergulir, seperti ada kesengajaan. Seolah tidak bisa menemui titik terang masalah keberlanjutan pembangunan proyek ini," kata John.
"Memang, rasanya banyak sekali masalah birokrasi di pemprov. Seperti undang-undang, perda, pergub yang ada konflik, sepertinya memang butuh penyesuaian," kata John.
www.NOMagz.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar