HuMa melakukan Launching Roadmap bertema: "Rekonfigurasi Hutan Jawa (Sebuah Peta Jalan Usulan CSO)".
Acara yang diadakan pada hari Rabu, 25 Juni 2014| Jam 12.00 – 16.30 WIB tersebut, mengambil lokasi di Fraser Residence Menteng, Jakarta.
Para Narasumber adalah :
- Ronald Ferdaus (ARuPA) : Rekonfigurasi Hutan Jawa
- Biro Hukum Perhutani : Pengelolaan Hutan Jawa oleh Perhutani
- Hariadi Kartodihardjo (IPB) : Pengelolaan Hutan Jawa, dahulu, kini dan masa depan
- Sandra Moniaga (Komnas HAM) : Hutan Jawa dan Hak Asasi Manusia
- Perwakilan Petani Hutan Jawa : Pengalaman menjadi petani hutan
ULASAN :
Presiden terpilih nantinya harus mampu melakukan
rekonfigurasi
hutan Jawa untuk melestarikan hutan guna memperbaiki
keseimbangan ekologi Pulau
Jawa dan perluasan ruang kelola rakyat untuk mengentaskan
kemiskinan masyarakat
desa hutan.
Rekonfigurasi
hutan Jawa harus dimulai dari perubahan paradigma dengan
memaknai hutan sebagai
satu kesatuan utuh, tidak hanya dilihat sebagai sumber produksi
hasil hutan
kayu ataupun non kayu. Rekonfigurasi hutan Jawa juga memerlukan
perubahan
paradigm pada tataran pengelolaannya, dari hanya sekedar bisnis
lahan maupun
pengusahaan hutan, dikembalikan menjadi pengelolaan hutan yang
tidak sekedar
lahan dan tidak sekedar pengusahaan. Proses perubahan paradigm
pengelolaan
hutan Jawa seharusnya juga dimulai dengan merevisi Undang-Undang
Kehutanan
sebagai dasar kebijakan pengelolaan hutan di Indonesia.
“Tata ulang terhadap
persoalan tata kuasa
atas lahan hutan Jawa mendesak untuk dilakukan, mengingat
dalam satu dekade
terakhir ini banyak terdapat konflik lahan yang telah
menimbulkan korban jiwa,”
kata Nurul Firmansyah, Koordinator Program, Perkumpulan HuMa
Indonesia pada
Diskusi dan Launching Roadmap: “Rekonfigurasi Hutan Jawa (Sebuah
Peta Jalan
Usulan CSO)”. Nurul menambahkan “Pengurusan
hutan jawa kedepan harus merubah paradigma. Dari kehutanan
berbasis komoditas
menjadi kehutanan sosial. Akses dan control masyarakat sekitar
dan di dalam
kawasan hutan menjadi elemen penting”
Kegiatan
Diskusi dan Launching Roadmap “Rekonfigurasi Hutan Jawa (Sebuah
Peta Jalan
Usulan CSO)” yang dilaksakanan pada
Rabu, 25 Juni 2014 merupakan kegiatan Perkumpulan HuMa
Indonesia bersama
Koalisi Pemulihan Hutan Jawa (KPH Jawa).
Perkumpulan
HuMa Indonesia (2013) mencatat, dari 72 konflik terbuka
kehutanan yang terjadi
di Indonesia, 41 konflik terjadi di Jawa, yang hutannya diurus
oleh Perum Perhutani.
Sementara itu, dalam catatan ARuPA dan LBH Semarang, dalam satu
dasawarsa
terakhir ini Perum Perhutani telah menganiaya, mencederai dan
menembak
setidaknya 108 warga desa di sekitar hutan yang diduga/dituduh
mencuri kayu
atau merusak hutan. Dari jumlah tersebut, 34 diantaranya tewas
tertembak atau
dianiaya petugas keamanan hutan dan 74 orang lainnya luka-luka.
Dari 64 kasus
penganiayaan dan penembakan tersebut, sebagian besar
diselesaikan tanpa proses
hukum.
“Negara seolah-olah absen
dan tidak pro aktif
membantu warga Negara yang mengalami ketidakadilan dan
kemiskinan kronis,”
tutur Ronald Ferdaus dari Arupa mewakili Koalisi Pemulihan Hutan
Jawa (KPH
Jawa).
Ketidakberdayaan
Negara makin terlihat ketika 17 warga Kecamatan Bantarsari,
Cilacap, Jawa
Tengah ditangkap Polres Cilacap pada 7 November 2013 lalu dengan
tuduhan “menebang
pohon atau memanen atau mengangkut hasil hutan tanpa ijin”.
Mereka divonis
dengan Pasal 50 ayat (1), 3 jo 78 UU 41/1999 tentang Kehutanan.
15 (lima belas)
diantaranya dipenjara 6 (enam) bulan, 2 (dua) sisanya divonis 8
(delapan) bulan
penjara.
“Padahal lahan tersebut
sudah kami garap
sejak zaman penjajahan. Pemerintah belum pernah mengambil alih
atau membeli
lahan tersebut dari warga, karena sampai detik ini pun kami
tidak pernah
menerima uang pembelian atau ganti rugi. Sudah
8 tahun kami mengurus penukaran
tanah namun tidak pernah bisa selesai,”
cerita Sugeng, dari organisasi tani –
SeTAM, Cilacap. “Kami
berharap
pengelolaan hutan Jawa di masa depan tidak memenjarakan
masyarakat”, tambah
Sugeng
Langkah
penting yang harus dilakukan menuju realisasi rekonfigurasi
hutan Jawa adalah
dengan merekonstruksi kebijakan mulai dari UU sampai Peraturan
Pelaksana. Di
ranah UU, perlu untuk mengganti UU No. 41 /tahun 1999 tentang
Kehutanan dengan
UU yang baru. Penggantian ini setidaknya merevisi Pasal 6 ayat
(1) terkait
dengan pengklasifikasian hutan menurut fungsi konservasi,
lindung dan produksi.
Dan di ranah Peraturan Pemerintah, perlu untuk mencabut PP No.
72 Tahun 2010
tentang Perum Perhutani, yang menjadi sumber masalah hutan Jawa.
Dengan
dicabutnya PP No. 72 Tahun 2010 ini selanjutnya kepengurusan
hutan Jawa
diperlakukan secara sama sebagaimana status hutan di luar Jawa
selama ini. Dan
tidak perlu ada lagi institusi tunggal yang mempunyi wewenang
penuh atas tata
kepengurusan hutan di Jawa, sehingga tujuan untuk memperoleh
manfaat sebesar-besarnya
serta serbaguna dan lestari untuk kemakmuran rakyat dapat
tercapai.
www.NOMagz.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar