INTI (Perhimpunan Indonesia Tionghoa) menyelenggarakan acara Diskusi Terbuka dengan tema : "100 tahun Siauw Giok Tjhan :
Pejuang Yang Dihapus dari Sejarah"
Adapun yang menjadi narasumber adalah :
• Siauw Tiong Djin (putra bungsu dari Siauw Giok Tjhan)
• Asvi Warman Adam (Sejarahwan)
• Yosep Stanley Adi Prasetyo (Dewan Pers, Aktivis HAM)
• Bonnie Triyana (Pemimpin Redaksi Majalah Historia)
Moderator yang bertugas adalah : Ulung Rusman (Aktivis 98, Alumni PPRA XLVI Lemhannas RI tahun 2011)
Acara diadakan hari Sabtu, 29 Maret 2014, pukul 08.30 - 13.00 WIB di Aula Sekretariat INTI
MGK Kemayoran, Tower B lantai 10, Jakarta Pusat
Peserta diharapkan mengikuti diskusi ini agar semua menjadi tahu Siapa dan Bagaimana Perjuangan Siauw Giok Tjhan dan bagaimana Penderitaan beliau dibawa Rezim Otoriter Soeharto dengan Orde Bau nya .
Dari diskusi terbuka ini kita bisa mendengar langsung kesaksian dari anak beliau yg sekarang juga adalah Penulis Buku ttg Sang Ayah Siauw Giok Tjhan untuk mewujudkan cita-cita Perjuangannya .
sumber
== Kata Sambutan pada Acara Peringatan 100 tahun Siauw Giok Tjhan ==
Oleh : Siauw Tiong Djin .
Peran Siauw Giok Tjhan dalam sejarah Indonesia tidak pernah diungkap dalam bahan sejarah yang dipelajari di sekolah-sekolah. Sejarah resmi pemerintah tidak pernah menyinggung Siauw Giok Tjhan. Artikel-artikel di surat kabar dan dokumenter yang meneropong masalah Tionghoa di Indonesia-pun terkadang luput menyinggung peran Siauw.
Rupanya pemerintah dan sementara tokoh masyarakat Indonesia masih dihinggapi rasa takut atau segan menonjolkan peran seorang pelaku sejarah kalau yang bersangkutan dianggap pernah menganut paham komunisme, yang oleh rezim Orde Baru dianggap sebagai paham yang berbahaya untuk Indonesia. Oleh karena itu, apapun perannya, apapun jasanya, apapun relevansi pemikirannya untuk masa kini, dianggap harus dihilangkan dari semua bahan sejarah.
Siauw Giok Tjhan ternyata masuk dalam kategori tokoh yang harus dihapus dari sejarah. Padahal ia turut berpartisipasi dalam gerakan kemerdekaan Indonesia dan sejak kemerdekaan diproklamasikan pada tahun 1945, berperan dalam berbagai lembaga eksekutif dan legislatif Indonesia – sebagai menteri negara di zaman revolusi, menjadi anggota BP KNIP, anggota DPR, MPRS, DPA dan dewan penasehat beberapa kementerian. Berbagai UU dan ketentuan yang terkandung dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) MPRS adalah buah pemikirannya.
Penelitian objektif tentang Siauw Giok Tjhan akan membuktikan bahwa walaupun ia masuk dalam kelompok yang dipimpin oleh Sukarno di zaman Demokrasi Terpimpin, konsep-konsep politik dan sepak terjangnya tidak bernuansa komunisme. Ia menitik beratkan pembangunan nasion Indonesia, mengajak komunitas Tionghoa untuk menerima dan mencintai Indonesia dan pembangunan ekonomi Indonesia yang bersandar atas pengembangan modal domestik.
Puncak karier politiknya berkaitan dengan Baperki (Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia). Ia menjadi ketua umumnya.
Siauw Tiong Djin, putra Siauw Giok Tjhan menyatakan: “ Siauw meninggalkan empat warisan penting untuk generasi mendatang. Pertama adalah Kewarganegaraan Indonesia. Tanpa Baperki dan Siauw, jutaan Tionghoa akan menjadi warga negara asing di negerinya sendiri. Kedua adalah pengembangan konsep integrasi yang kini dikenal sebagai multikulturalisme, sebagai pemecahan jangka panjang untuk mengikis rasisme di Indonesia. Siauw menginginkan komunitas Tionghoa diterima sebagai salah satu suku bangsa Indonesia, yang tidak terpisahkan dari Nasion Indonesia. Konsep yang didukung oleh Presiden Sukarno. Ketiga adalah konsep ekonomi yang
berdasarkan pengembangan modal domestik. Modal dagang yang dimiliki oleh pedagang Tionghoa dibantu dan dikembangkan sedemikian rupa sehingga bisa dengan efektif mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia. Keempat adalah ajakannya, untuk komunitas Tionghoa, terutama generasi mudanya untuk menerima dan mencintai Indonesia sebagai tanah air”
Tiong Djin menambahkan:” Perkembangan di masa kini menunjukkan bahwa perjuangan panjang Siauw Giok Tjhan berbuah. Sebagian besar Tionghoa kini telah menjadi warga negara Indonesia, sebagian besar Tionghoa menerima Indonesia sebagai tanah air, rasisme adalah tindakan yang melanggar hukum dan berbagai kebijakan ekonomi menunjang pengembangan modal domestik. Yang perlu diperjuangkan lebih lanjut adalah pengikisan rasisme hingga ke akar-akarnya, sehingga tidak ada lagi benih-benih rasisme yang melekat dalam berbagai komponen bangsa dan dalam benak sementara tokoh masyarakat”.
Acara peringatan 100 tahun Siauw Giok Tjhan diharapkan mengubah persepsi salah yang disebar-luaskan rezim Orde Baru dan generasi muda bisa dengan leluasa mempelajari makna pemikiran dan dasar perjuangannya.
Soauw Tiong Djin .
sumber
Pejuang Yang Dihapus dari Sejarah"
Adapun yang menjadi narasumber adalah :
• Siauw Tiong Djin (putra bungsu dari Siauw Giok Tjhan)
• Asvi Warman Adam (Sejarahwan)
• Yosep Stanley Adi Prasetyo (Dewan Pers, Aktivis HAM)
• Bonnie Triyana (Pemimpin Redaksi Majalah Historia)
Moderator yang bertugas adalah : Ulung Rusman (Aktivis 98, Alumni PPRA XLVI Lemhannas RI tahun 2011)
Acara diadakan hari Sabtu, 29 Maret 2014, pukul 08.30 - 13.00 WIB di Aula Sekretariat INTI
MGK Kemayoran, Tower B lantai 10, Jakarta Pusat
Beberapa pembicara |
Dari diskusi terbuka ini kita bisa mendengar langsung kesaksian dari anak beliau yg sekarang juga adalah Penulis Buku ttg Sang Ayah Siauw Giok Tjhan untuk mewujudkan cita-cita Perjuangannya .
sumber
== Kata Sambutan pada Acara Peringatan 100 tahun Siauw Giok Tjhan ==
Oleh : Siauw Tiong Djin .
Peran Siauw Giok Tjhan dalam sejarah Indonesia tidak pernah diungkap dalam bahan sejarah yang dipelajari di sekolah-sekolah. Sejarah resmi pemerintah tidak pernah menyinggung Siauw Giok Tjhan. Artikel-artikel di surat kabar dan dokumenter yang meneropong masalah Tionghoa di Indonesia-pun terkadang luput menyinggung peran Siauw.
Rupanya pemerintah dan sementara tokoh masyarakat Indonesia masih dihinggapi rasa takut atau segan menonjolkan peran seorang pelaku sejarah kalau yang bersangkutan dianggap pernah menganut paham komunisme, yang oleh rezim Orde Baru dianggap sebagai paham yang berbahaya untuk Indonesia. Oleh karena itu, apapun perannya, apapun jasanya, apapun relevansi pemikirannya untuk masa kini, dianggap harus dihilangkan dari semua bahan sejarah.
Siauw Giok Tjhan ternyata masuk dalam kategori tokoh yang harus dihapus dari sejarah. Padahal ia turut berpartisipasi dalam gerakan kemerdekaan Indonesia dan sejak kemerdekaan diproklamasikan pada tahun 1945, berperan dalam berbagai lembaga eksekutif dan legislatif Indonesia – sebagai menteri negara di zaman revolusi, menjadi anggota BP KNIP, anggota DPR, MPRS, DPA dan dewan penasehat beberapa kementerian. Berbagai UU dan ketentuan yang terkandung dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) MPRS adalah buah pemikirannya.
Penelitian objektif tentang Siauw Giok Tjhan akan membuktikan bahwa walaupun ia masuk dalam kelompok yang dipimpin oleh Sukarno di zaman Demokrasi Terpimpin, konsep-konsep politik dan sepak terjangnya tidak bernuansa komunisme. Ia menitik beratkan pembangunan nasion Indonesia, mengajak komunitas Tionghoa untuk menerima dan mencintai Indonesia dan pembangunan ekonomi Indonesia yang bersandar atas pengembangan modal domestik.
Puncak karier politiknya berkaitan dengan Baperki (Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia). Ia menjadi ketua umumnya.
Siauw Tiong Djin, putra Siauw Giok Tjhan menyatakan: “ Siauw meninggalkan empat warisan penting untuk generasi mendatang. Pertama adalah Kewarganegaraan Indonesia. Tanpa Baperki dan Siauw, jutaan Tionghoa akan menjadi warga negara asing di negerinya sendiri. Kedua adalah pengembangan konsep integrasi yang kini dikenal sebagai multikulturalisme, sebagai pemecahan jangka panjang untuk mengikis rasisme di Indonesia. Siauw menginginkan komunitas Tionghoa diterima sebagai salah satu suku bangsa Indonesia, yang tidak terpisahkan dari Nasion Indonesia. Konsep yang didukung oleh Presiden Sukarno. Ketiga adalah konsep ekonomi yang
berdasarkan pengembangan modal domestik. Modal dagang yang dimiliki oleh pedagang Tionghoa dibantu dan dikembangkan sedemikian rupa sehingga bisa dengan efektif mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia. Keempat adalah ajakannya, untuk komunitas Tionghoa, terutama generasi mudanya untuk menerima dan mencintai Indonesia sebagai tanah air”
Tiong Djin menambahkan:” Perkembangan di masa kini menunjukkan bahwa perjuangan panjang Siauw Giok Tjhan berbuah. Sebagian besar Tionghoa kini telah menjadi warga negara Indonesia, sebagian besar Tionghoa menerima Indonesia sebagai tanah air, rasisme adalah tindakan yang melanggar hukum dan berbagai kebijakan ekonomi menunjang pengembangan modal domestik. Yang perlu diperjuangkan lebih lanjut adalah pengikisan rasisme hingga ke akar-akarnya, sehingga tidak ada lagi benih-benih rasisme yang melekat dalam berbagai komponen bangsa dan dalam benak sementara tokoh masyarakat”.
Acara peringatan 100 tahun Siauw Giok Tjhan diharapkan mengubah persepsi salah yang disebar-luaskan rezim Orde Baru dan generasi muda bisa dengan leluasa mempelajari makna pemikiran dan dasar perjuangannya.
Soauw Tiong Djin .
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar