Transparency International Indonesia (TII) melalui Check Your Candidates! membantu menyediakan informasi rekam jejak caleg muda dalam suatu portal online sebagai bentuk pendidikan politik kepada pemilih pemula. Karena itulah TII mengadakan acara launching portal Check Your Candidates diselenggarakan pada senin, 31 Maret 2014, pukul 12.00 - 15.00 WIB, bertempat di Beezy Kaffee, Wisma EMHA Jl.Wijaya I No.11a Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Menjadi narasumber adalah Wawan Suyatmiko (TII), Idham Arsyad (caleg Partai Kebangkitan Bangsa).
Pada bulan April 2014 mendatang, masyarakat Indonesia akan secara langsung memilih anggota DPR, DPRD, dan DPD untuk periode jabatan 2014-2019. Sebanyak 12 partai politik peserta Pemilu 2014 telah mendaftarkan bakal calon anggota legislatif (Caleg) DPR ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat. Sebagian parpol kini berani mengusung calon legislatif (caleg) muda untuk duduk di kursi DPR. Politisi muda dinilai mempunyai visi dan misi untuk melakukan perubahan terhadap birokrasi yang konvensional dan menawarkan masa depan yang berbeda. Namun, selama proses rekrutmen untuk menjadi caleg, kaum muda diharapkan menempuh jalur yang benar tanpa permainan uang.
Tantangan terbesar bagi pemilih adalah untuk menentukan pilihan bagi calon-calon anggota legislatif. Menghadapi pemilu 9 April mendatang, pemilih akan mendapatkan tantangan yang cukup besar, diantaranya rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap partai politik, termasuk terhadap elit partai. Ini akan menyumbang angka golput yang tinggi.
INTI (Perhimpunan Indonesia Tionghoa) menyelenggarakan acara Diskusi Terbuka dengan tema : "100 tahun Siauw Giok Tjhan : Pejuang Yang Dihapus dari Sejarah"
Adapun yang menjadi narasumber adalah : • Siauw Tiong Djin (putra bungsu dari Siauw Giok Tjhan) • Asvi Warman Adam (Sejarahwan) • Yosep Stanley Adi Prasetyo (Dewan Pers, Aktivis HAM) • Bonnie Triyana (Pemimpin Redaksi Majalah Historia) Moderator yang bertugas adalah : Ulung Rusman (Aktivis 98, Alumni PPRA XLVI Lemhannas RI tahun 2011) Acara diadakan hari Sabtu, 29 Maret 2014, pukul 08.30 - 13.00 WIB di Aula Sekretariat INTI MGK Kemayoran, Tower B lantai 10, Jakarta Pusat
Beberapa pembicara
Peserta diharapkan mengikuti diskusi ini agar semua menjadi tahu Siapa dan Bagaimana Perjuangan Siauw Giok Tjhan dan bagaimana Penderitaan beliau dibawa Rezim Otoriter Soeharto dengan Orde Bau nya . Dari diskusi terbuka ini kita bisa mendengar langsung kesaksian dari anak beliau yg sekarang juga adalah Penulis Buku ttg Sang Ayah Siauw Giok Tjhan untuk mewujudkan cita-cita Perjuangannya .
== Kata Sambutan pada Acara Peringatan 100 tahun Siauw Giok Tjhan == Oleh : Siauw Tiong Djin .
Peran Siauw Giok Tjhan dalam sejarah Indonesia tidak pernah diungkap
dalam bahan sejarah yang dipelajari di sekolah-sekolah. Sejarah resmi
pemerintah tidak pernah menyinggung
Siauw Giok Tjhan. Artikel-artikel di surat kabar dan dokumenter yang
meneropong masalah Tionghoa di Indonesia-pun terkadang luput menyinggung
peran Siauw. Rupanya pemerintah dan sementara tokoh masyarakat
Indonesia masih dihinggapi rasa takut atau segan menonjolkan peran
seorang pelaku sejarah kalau yang bersangkutan dianggap pernah menganut
paham komunisme, yang oleh rezim Orde Baru dianggap sebagai paham yang
berbahaya untuk Indonesia. Oleh karena itu, apapun perannya, apapun
jasanya, apapun relevansi pemikirannya untuk masa kini, dianggap harus
dihilangkan dari semua bahan sejarah. Siauw Giok Tjhan ternyata
masuk dalam kategori tokoh yang harus dihapus dari sejarah. Padahal ia
turut berpartisipasi dalam gerakan kemerdekaan Indonesia dan sejak
kemerdekaan diproklamasikan pada tahun 1945, berperan dalam berbagai
lembaga eksekutif dan legislatif Indonesia – sebagai menteri negara di
zaman revolusi, menjadi anggota BP KNIP, anggota DPR, MPRS, DPA dan
dewan penasehat beberapa kementerian. Berbagai UU dan ketentuan yang
terkandung dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) MPRS adalah buah
pemikirannya. Penelitian objektif tentang Siauw Giok Tjhan akan
membuktikan bahwa walaupun ia masuk dalam kelompok yang dipimpin oleh
Sukarno di zaman Demokrasi Terpimpin, konsep-konsep politik dan sepak
terjangnya tidak bernuansa komunisme. Ia menitik beratkan pembangunan
nasion Indonesia, mengajak komunitas Tionghoa untuk menerima dan
mencintai Indonesia dan pembangunan ekonomi Indonesia yang bersandar
atas pengembangan modal domestik. Puncak karier politiknya berkaitan dengan Baperki (Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia). Ia menjadi ketua umumnya.
Siauw Tiong Djin, putra Siauw Giok Tjhan menyatakan: “ Siauw
meninggalkan empat warisan penting untuk generasi mendatang. Pertama
adalah Kewarganegaraan Indonesia. Tanpa Baperki dan Siauw, jutaan
Tionghoa akan menjadi warga negara asing di negerinya sendiri. Kedua
adalah pengembangan konsep integrasi yang kini dikenal sebagai
multikulturalisme, sebagai pemecahan jangka panjang untuk mengikis
rasisme di Indonesia. Siauw menginginkan komunitas Tionghoa diterima
sebagai salah satu suku bangsa Indonesia, yang tidak terpisahkan dari
Nasion Indonesia. Konsep yang didukung oleh Presiden Sukarno. Ketiga
adalah konsep ekonomi yang berdasarkan pengembangan modal domestik.
Modal dagang yang dimiliki oleh pedagang Tionghoa dibantu dan
dikembangkan sedemikian rupa sehingga bisa dengan efektif mempercepat
pembangunan ekonomi Indonesia. Keempat adalah ajakannya, untuk komunitas
Tionghoa, terutama generasi mudanya untuk menerima dan mencintai
Indonesia sebagai tanah air” Tiong Djin menambahkan:” Perkembangan
di masa kini menunjukkan bahwa perjuangan panjang Siauw Giok Tjhan
berbuah. Sebagian besar Tionghoa kini telah menjadi warga negara
Indonesia, sebagian besar Tionghoa menerima Indonesia sebagai tanah air,
rasisme adalah tindakan yang melanggar hukum dan berbagai kebijakan
ekonomi menunjang pengembangan modal domestik. Yang perlu diperjuangkan
lebih lanjut adalah pengikisan rasisme hingga ke akar-akarnya, sehingga
tidak ada lagi benih-benih rasisme yang melekat dalam berbagai komponen
bangsa dan dalam benak sementara tokoh masyarakat”. Acara peringatan
100 tahun Siauw Giok Tjhan diharapkan mengubah persepsi salah yang
disebar-luaskan rezim Orde Baru dan generasi muda bisa dengan leluasa
mempelajari makna pemikiran dan dasar perjuangannya.
Obrolan Pembaca Media
Indonesia (OPMI) mengadakan acara bedah buku karya pengamat politik dan
militer, Prof.Dr. Salim Said M.A MAIA. Buku yang bertajuk Salim Said :
"Dari Gestapu ke Reformasi, serangkaian kesaksian" ini diadakan di
Freedom Institute, Jl. Proklamasi no. 41, Jakarta, tanggal 29 Maret
2014. Adapun bertugas sebagai moderator adalah Abdul Kohar, Kadiv Pemberitaan Media Indonesia.
Beberapa point penting diberikan oleh Salim Said, diantaranya adalah bahwa Pak Harto adalah bukan golongan Islam "Syariat" melainkan Islam "Hakekat". Kecuali di saat2 terakhir hidupnya, beliau cenderung menjadi "Hakekat".
Ikatan ALumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) mengadakan acara Dialog & Debat Materi Deklarasi Politik. Suara ILUNI UI. "Pokok Pikiran Suara Alumni UI - ILUNI UI Untuk Pembangunan Bangsa Dan Negeri" Jati Diri Bangsa & Negeri Menghadapi Perubahan Nasional 2014. Acara ini diadakan di pada hari Jumat, tanggal 28 Maret 2014 di Aula FKUI Salemba.
Adapun yang menjadi narasumber adalah: Dr Marzuki Alie, Irman Gusman, Mahfud MD, Ryamizad Ryakudu, Jusuf Kalla dan Soekarwo. (LHJ)
kiri ke kanan : Soekarwo,Dr Marzuki Alie, Irman Gusman, Mahfud MD, Ryamizad Ryakudu
Diskusi Forum Terbuka Perkembangan Transparansi di Pemerintahan
Amerika Serikat dan Indonesia dan Kesempatan Partisipasi Bagi LSM, dilaksanakan pada: Hari, tanggal: Kamis, 27 Maret 2014 Pukul: 1.00-2.30 sore Tempat: Financial Club (Adonara Room), Graha CIMB Niaga, Lt.28, Jl.Jendral Sudirman Kav.58
Beberapa pancingan dalam diskusi ini adalah pertanyaan-pertanyaan berikut:
Seberapa besar perkembangan yang telah dibuat oleh Amerika Serikat dan Indonesia menuju transparansi yang ideal?
Bagaimana pemerintah AS/Indonesia dan rakyatnya terlibat aktif dalam pembuatan kebijakan publik?
Apa saja tantangan dan resiko yang akan dihadapi kedepannya?
Bagaimana hukum yang berlaku dapat membantu, menghambat, atau mengembangkan proses transparansi?
Area kerjasama apakah yang bisa dilakukan oleh AS dan Indonesia untuk mengembangkan transparansi?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, USINDO dan Kemitraan mengadakan Forum Diskusi dengan mengundang:
Angela Canterbury (Direktur Kebijakan Publik untuk Pemerintahan dan Project (POGO))
Dr.Practice McDermott (Direktur Eksekutif untuk opengovernment.org)
Global Selular Media (GSM) Group, menggelar acara diskusi terbuka Telekomunikasi dengan tema “Sharing Our Future", pada Kamis, 27 Maret 2014, pukul 18.00 sampai selesai di Mawar Room, Balai Kartini, Jln. Gatot Subroto, Jakarta Pusat.
Acara ini merupakan rangkaian dari acara besar kami yakni Selular Award yang sudah menjadi agenda tahunan Kami dalam sepuluh tahun terakhir ini. SELULAR AWARD adalah ajang pemberian penghargaan bagi pelaku industri telekomunikasi yang berprestasi.
Sebagai informasi, dalam diskusi kali ini kami menghadirkan beberapa pembicara antara lain : Direktur Jenderal Sumber Daya & Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika Muhamad Budi Setiawan, Direktur Utama Telkomsel Alex J Sinaga, Direktur Utama Indosat Alexander Rusli, Direktur Utama XL Axiata Hasnul Suhaimi, dan Direktur Smartfren Merza Fachys. Acara ini sendiri akan dipandu oleh moderator Gatot S Dewabroto dan Fessy Alwi (mantan Host Metro TV)
TI-Indonesia mengadakan acara ‘Peluncuran Buku Panduan
Indonesia Bersih Uang Pelicin’ yang diselenggarakan
pada, Kamis, 27 Maret 2014,09.00 – 13.00 WIB, bertempat di Ballroom 5 Lantai 2 Hotel Ritz Carlton Mega Kuningan, Jalan DR. Ide Anak Agung Gede Agung Kav. E1.1. No. 1, Kawasan Mega Kuningan Jakarta Selatan. Adapun pembicara dalam diskusi buku tersebut adalah: (1) Giri Suprapdiono (KPK), (2) Denny Indrayana (Kemenkumham),
(3) Amien Sunaryadi (Perwakilan Dunia Usaha, EY).
Transparency International Indonesia (TI-Indonesia) memiliki fokus kerja di pemberantasan suap dan uang pelicin sebagai salah satu momok besar korupsi. Fokus ini menjadi salah satu tonggak besar pendekatan TI-Indonesia meningkatkan gerakan antikorupsi nasional dan skor Corruption Perception Index (CPI) Indonesia. Diawali tahun lalu, TI-Indonesia bekerjasama dengan KPK dan para pemangku kepentingan dari pemerintah, pebisnis, dan masyarakat sipil mengupayakan inisiasi gerakan Indonesia Bersih dari Uang Pelicin. Inisiasi tersebut melahirkan semacam buku panduan Indonesia Bersih Uang Pelicin sebagai bagian gerakan yang dirumuskan bersama secara nasional menolak uang pelicin. Untuk menyampaikan informasi kepada publik mengenai keberadaan inisiasi dan buku panduan, TI-Indonesia mengundang mengundang Bapak/Ibu untuk meliput acara tersebut.
Grup Kompas Gramedia mengadakan Launching & Diskusi Buku: Waduk Pluit di Warung Daun-Cikini, pada tanggal 26 Maret 2014. Narasumber pada acara tersebut adalah: Dr. Hendry Saparini; Dr. Ir. Firdaus Ali; Dr. Sukardi Rinangkit; Prof. Thamrin Amal Tomagola.
Erasmus Huis Jakarta mengadakan acara Malam penganugerahan Prince Claus Award kepada Teater Garasi/Institut pertunjukan Garasi, pada hari Rabu, 26 Maret 2014, pukul 19:30.
Teater Garasi dianugerahi karena berjiwa berani dalam terobosan mereka
menstimulasi seni pertunjukan di kawasan asia tenggara; untuk semangat
produksi mereka yang berbeda dengan menawarkan ide-ide menantang dan
mendalam; berani merobohkan rintangan-rintangan dalam teater sebagai
seni tingkat tinggi, menyatukan tradisional dan modernisme, serta
mengajak khalayak luas dalam pertunjukan yang kuat; menyorot dan
merayakan kemajemukan masyarakat Indonesia yang rumit.
Acara sedang berlangsung
Pertunjukan Judul : Sehabis Suara #1
Pameran Judul : Bertukar Tangkap dengan Lepas Obyek : Arsip 20 tahun Teater Garasi (Kostum-kostum, properti panggung, pemandangan visual, foto-foto pertunjukan)
Sehabis Suara #1
…Adalah pameran visual dan pertunjukan teater dan tari yang mencoba
untuk menulusuri dan menunjukan bagaimana narasi/suara menyela,
mengganggu dan membentuk Indonesia dalam konteks pesatnya dunia yang
selalu berhubungan.
Dalam konteks malam penganugerahan Prince
Claus Award, di Erasmus Huis, 26 Maret 2014, kami merencanakan
pertunjukan kami berdasarkan pengamatan kami terhadap suara suara yang
meletus selama periode pasca 1998, dan tekanan-tekanan apa yang
dihasilkan oleh situasi itu. Pengamatan ini akan diwujudkan dalam
pertunjukan tari yang berdurasi 30 menit. Sementara pameran dari
obyek dan arsip 20 tahun Teater garasi – yang diselenggarakan di ruangan
serba guna teater, akan memberikan gambaran kepada pengunjung bahwa
Teater Garasi telah mengamati masyarakat Indonesia segbagian besar dalam
karyanya. Selain daripada itu, pameran obyek dan arsip 20 tahun Teater
Garasi juga menciptakan atmosfir teater/pertunjukan yang mendalam. sumber
Institut Peradaban (IP) kembali mengadakan diskusi bulanan yang kali ini akan diadakan pada
Hari Rabu, 26 Maret 2014 pukul 13.30
di Wisma Intra Asia
Jalan Prof. Dr. Soepomo 58. Tebet, Jakarta Selatan
(500 m dari Tugu Pancoran)
Topik diskusi bulan ini:
“Mencermati Pemilu 2014 dalam Perspektif Budaya Populer”
Pembicara :
- Arswendo Atmowiloto
(Pengajar di London School of Public Relations Jakarta. )
- Drs. H. Ridwan Saidi
(Budayawan Betawi)
- Rocky Gerung
(Pengajar di Departemen Filsafat FIB UI)
TERM OF REFERENCE
DISKUSI INSTITUTE PERADABAN
TEMA:
Mencermati Pemilu 2014 dalam Perspektif Budaya Populer
Ridwan Saidi dan Ichsan Loulembah
Kajian tentang politik dalam perspektif budaya populer masih cukup langka, setidaknya karena apabila kita menyebut budaya populer, kesannya ada ambivalensi di sana (Heryanto, 2008:3). Budaya populer sering dilukiskan sebagai hal-hal yang ingar-bingar, melibatkan emosi kalau bukan memori publik, tetapi cepat datang dan pergi. Sifat kemassifan dalam budaya populer inilah yang berimpitan dengan politik, terutama ketika kesenian populer diambilalih oleh para politisi sebagai bagian dari ihtiar persuasif mereka dalam pemilu. Pemilu sebagai “pesta demokrasi”, tentu tidak luput dari pemanfaatan kesenian-kesenian populer sebagai pemikat massa.
Kalangan awam, atau bahkan di antara kita, kendatipun secara tak sadar, seringkal berupaya mencari tahu bahwa sebagai sebuah pesta demokrasi, apa yang bisa dinikmati dari sebuah pemilu? Pemilu-pemilu di Indonesia sejak 1955, selalu diikuti dengan ragam kampanye politik yang melibatkan ranah budaya populer. Pada 1955 kesenian-kesenian tradisional dipakai untuk menyemarakkan kampanye-kampanye partai-partai politik. Bahkan, mereka dipakai debagai alat propaganda politik. Di perdesaan-perdesaan Jawa misalnya, kesenian ketoprak dan ludruk, misalnya, populer sekali masuk ke desa-desa untuk kepentingan politik. Ikon-ikon budaya populer dalam pewayangan, juga menyembul di ranah politik.
Panggung dan musik, sebagai ornamen-ornamen budaya populer, juga sudah terasa keberadaannya di lapangan-lapangan hingga pelosok kecamatan pada pemilu-pemilu Orde Baru. Para artis menyemarakkan suasana. Tetapi, mungkin yang paling fenomenal adalah hadirnya Raja Dangdut Rhoma Irama pada Pemilu 1977 dan 1982 dalam kampanye PPP. Rhoma sendiri kemudian masuk Golkar, tetapi pada 1998 mundur dari partai itu, dan pada Pemilu 2014 muncul sebagai jurkam sekaligus bakal capres Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Tetapi, mengapa fenomena “Satria Bergitar”, merujuk pada film karya sutradara Nurhadie Irawan pada 1984 bisa dibangkitkan? Mengapa heroisasi Rhoma Irama tidak seheboh masa-masa itu?
Pada era reformasi, khususnya Pemilu 2004 dan 2009, kampanye-kampanye pemilu berlangsung seiring zaman yang berubah. Stasiun televisi sudah begitu banyak, bahkan kini ada media sosial (social media). Sifat kemassaan pemilu banyak direspons melalui pendekatan “serangan udara” alias iklan-iklan televisi dan cara-cara lain yang relevan. Spanduk yang bermunculan dengan tanda-tanda gambar partai pada 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992 dan 1997, pun tergeser oleh foto-foto caleg dan capres. Tentu perkembangan teknologi telah menggeser pola-pola konvensional pemanfaatan kesenian-kesenian populer yang dipandang semakin kuno dan tidak efektif. Konsep pemilu sebagai hiburan pun mengalami pergeseran.
Studi tentang politik dan budaya populer memang masih terbatas. Kajian soal ini, misalnya antara lain bisa kita baca dalam buku yang diedit oleh Chua Beng Huat. Buku itu berjudul Elections as Popular Culture in Asia (2007). Dalam buku ini, tinjauan pemilu dalam perspektif budaya populer di Indonesia ditulis oleh
Kumpulan tulisan dalam buku itu seolah mengkonfirmasi pertanyaan di atas: apa yang menarik dari sebuah pemilu? Ternyata dimensi pertunjukannya, lebih luas lagi yang menarik dari segala macam ritual pemilu adalah, pemunculan aspek-aspek budaya populer yang menyertainya. Tentu aspek budaya ini luas dan spesifikasi kajiannya macam-macam. Ludruk di era Orde Lama, kampanye Rhoma Irama pada 1977 dan 1982, lantunan lagu “Pelangi di Matamu” karya JAMRUD oleh SBY, baju kotak-kotak pasangan Jokowi-Ahok, novelisasi kisah Dahlan Iskan atau Aburizal Bakrie, ikut nimbrungnya Dahlan Iskan dan Mahfud MD di sinetron SCTV “Mak Ijah Pengen ke Mekkah”, munculnya nama Sengkuni dalam status BBM Anas Urbaningrum dan kampanye Prabowo Subianto, dan yang lain-lain, termasuk perang spanduk dan baliho (ingat tidak baliho politik Soetrisno Bachir di masa lalu: “Hidup adalah Perbuatan”?) merupakan pernik-pernik budaya populer yang menyembul dalam kompetisi politik kita, dewasa ini.
• - Dari aspek pemanfaatan budaya populer dalam politik terutama dalam pemilu, apa yang menarik dari pesta demokrasi kita saat ini (pemilu 2014)?
• - Dari perspektif budaya populer, apabila dibandingkan dengan pemilu-pemilu lain sepanjang sejarah Indonesia, apa saja yang bergeser? Apakah pergeseran itu lebih mengarah ke kondisi yang lebih berkualitas atau tidak dalam hal demokrasi?
Tetapi, fenomena lain yang perlu dicermati adalah merebaknya pragmatisme-transaksional dalam pemilu. Sistem pemilu kita belakangan ini (sistem proporsional terbuka dengan berbasis dukungan suara terbanyak) berbiaya mahal. Tetapi mahalnya biaya pemilu, tidak seiring dengan pemanfaatan budaya populer secara mencerahkan, melainkan budaya populer dipakai dalam kerangka pragmatisme-transaksional itu sendiri.
• - Bagaimana kita merespons fenomena demikian?
• - Apakah memang budaya populer atau sebut saja aspek kebudayaan tidak dapat menyelamatkan kondisi kepolitikan kita di level masyarakat yang telah terbiasa dengan praktik pragmatisme-transaksional itu?
Dalam demokrasi langsung, mereka yang lazim menjadi bagian dari budaya atau kesenian populer, sebut saja para artis, juga memiliki kesempatan yang sama untuk masuk ke dunia politik.
• - Bagaimana fenomena ini dilihat?
• - Apakah para artis harus ikut-ikutan masuk ke dunia politik, tanpa terlalu mempertimbangkan aspek kualifikasi kepemimpinan (politik)?
Hal-hal semacam inilah yang akan kita kembangkan dalam diskusi Institute Peradaban kali ini. Selamat berdiskusi.**
Arthouse Cinema Goethe Haus Jakarta kali ini menayangkan film What They Don’t Talk About When They Talk About Love (Yang Tidak Dibicarakan Ketika Membicarakan Cinta), pada Selasa, 25 Maret 2014,mulai 19.00 WIB
Poster film
Fitri (20 tahun, buta sejak lahir) jatuh cinta kepada hantu dokter
yang ia yakini tinggal di kolam terapi belakang sekolah. Fitri menulis
surat untuknya setiap kamis malam, malam yang baginya sakral. Fitri
terkejut, ternyata hantu yang ia idam-idamkan adalah seorang pria
bernama Edo (30 tahunan dan tuna rungu). Seandainya Fitri bisa melihat
dan Edo bisa mendengar, mereka mungkin saja sudah jatuh cinta sejak
lama.
Diana (17 tahun) seorang gadis yang hanya mampu melihat dalam
jarak dua sentimenter. Andai saja ia memiliki penglihatan normal, ibunya
pasti sudah memasukkannya ke sekolah balet sejak ia kecil. Satu hal
yang belum berubah adalah bahwa Diana belum mendapatkan mentsruasi,
padahal ia sudah berumur 17 tahun. Suatu hari kehidupan Diana berubah
selamanya. Dia bertemu dengan Andhika, seorang murid baru di sekolahnya.
Diana kira mereka jatuh cinta, benarkah Andika betul betul mencintai
Diana?
Mouly Surya adalah salah satu perempuan sutradara di
Indonesia. Ia lulus dengan gelar Bachelor of Arts dari Swinburne
University dan gelar Master untuk bidang televisi dan film dari Bond
University. Film pertamanya, FIKSI. (FICTION.), disambut positif baik di dalam negeri maupun dari kalangan internasional antara lain dari Variety, The Australian dan Screen Daily. Banyak ulasan yang menyatakan bahwa Mouly memiliki pendekatan baru yang segar dan elegan untuk genre thriller.
Film panjang kedua Mouly, What They Don’t Talk About When They Talk About Love, terpilih masuk dalam program World Cinema Dramatic Competition
Sundance Film Festival 2013 – menjadikannya film pertama dari Indonesia
yang ikut berkompetisi dalam Festival Film Sundance – dan di seksi Bright Future
dalam International Film Festival Rotterdam 2013 (menerima penghargaan
sebagai film Asia terbaik NETPAC award). Mouly adalah salah satu dari 20
sutradara Asia peserta lokakarya penyutradaraan Next Masters 2010, salah satu program yang diadakan dalam rangka Tokyo Filmex International Film Festival.
ArtHouse Cinema merupakan acara film rutin
Goethe-Institut. Setiap Selasa kedua dan keempat kami memutar film-film
independen, avantgard, retrospeksi, eksperimental atau film dokumenter
dari Eropa dan Indonesia – jadi kami memutar semua genre film, kecuali
Blockbuster! sumber 1 sumber 2
Perludem kembali mengadakan Seminar Publik yang kali ini bertema "Memaksimalkan Pemilih Dapat Terdaftar". Acara diadakan pada hari Selasa,25 Maret 2014, berempat di Hotel Oria Jl. KH. Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, pada pukul 12.00-16.00 WIB.
KPU telah menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam negeri sebanyak 186.269.233 pemilih dan untuk DPT pemilih luar negeri sebanyak 2.024.066 pemilih. Bagi pemilih yang belum terdaftar dalam DPT, KPU masih membuka ruang untuk terdaftar dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK) atau Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb). Ruang untuk terdaftar dalam DPK dibuka sampai dengan 14 hari sebelum hari pemungutan suara, sementara ruang untuk masuk dalam DPKTb dibuka sampai satu jam sebelum TPS ditutup. Untuk itulah dua alternative ini perlu dimaksimalkan oleh KPU agar semaksimal mungkin pemilih dapat memberikan hak suaranya pada saat pemilu. Untuk itu Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengadakan Seminar Publik untuk mendiskusikan strategi yang dapat dilakukan oleh penyelenggara pemilu dan masyarakat sipil untuk memaksimalkan pemilih dapat terdaftar di dalam daftar pemilih di waktu pemilu yang sudah kurang dari satu bulan lagi.
Erasmus Huis dengan bangga mempersembahkan Pameran Lukisan " Banten" Ahli warna Belanda & Pakar Intuitif Jan Peter van Opheusden Pembukaan Pameran Senin, 24 Maret, 2014, 19:30 WIB Tempat: Erasmus Huis Jl. H.R. Rasuna Said Kav . S – 3 Kuningan - Jakarta 12950 021-5241069 www.erasmushuis.nl.mission.org
Pameran Lukisan " Banten" Jan Peter van Opheusden
Karya Jan Peter van Opheusden sangat emosional dan terkadang sangat
puitis, sungguh karya seorang seniman yang terbuka, hangat dan tanpa
kompromi. Tidak ada yang berdiri di antara lukisan dan pemahamannya
kecuali itu diri kita sendiri.
Dr. Jean Couteau (Kritikus seni, penulis, filsuf budaya)
Karyanya itu mengungkapkan kerapuhan, jiwa yang polos dalam pertemuan
dengan kehidupan dan sebuah kenyataan yang ia tidak mampu menghadapinya,
kecuali melalui lukisan, dengan warna. Untuk "mendefinisikan" dia,
marilah kita subyektif dan kabur seperti dia, serta menghindari definisi
yang akan menjadi pembatasan cara. Jadi mari kita menyebutnya pakar
intuitif.
Pada saat upacara pembukaan kita merayakan pertemuan
antara Timur dan Barat melalui kekuatan penari modern Bali yang luar
biasa. Ida Ayu Indah Tejapratami akan menampilkan koreografiya berjudul:
“Garuda". Sementara dalam karya-karya Jan Peter van Opheusden emosi
dibekukan melalui cat, pertunjukan Ida Ayu adalah emosi yang bergerak
dalam bentuk yang paling murni.